Senin, 06 November 2017

MAKALAH DINASTI TURKI USMANI

DINASTI TURKI UTSMANI


Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Studi Peradaban Islam


Dosen Pengampu:
Dr. M. Hadi Masruri, M.A




Pemakalah:
ANIS JAMIL MAHDI
(16771008)



PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2017



Abstrak
Kerajaan Turki Usmani merupakan salah satu kerajaan Islam yang cukup berpengaruh didaratan Eropa. Pada sekitar Abad ke-13 hingga ke-20 M. Dalam masa pemerintahannya, Turki Usmani tidak banyak memperhatikan Dunia keilmuan, jika dibandingkan dengan masalah politik. Fokus pembangunan peradabaan pada masa Dinasti Turki Usmani difokuskan pada bidang militer dan politik. Sehingga kerajaan ini, pemimpinnya hanya disibukkan untuk melakukan ekspansi kewilayah-wilayah lain, dan memperluas wilayah kekuasaannya. Hal inilah yang pada akhirnya menyebabkan keruntuhan Dinasti besar ini. Namun, sekalipun demikian Dinasti Turki Usmani bukan berarti tidak memberikan sumbangan peradaban kepada Islam sama sekali, Dinasti ini juga menyumbangkan kejayaan pada Islam.

Kata Kunci: Dinasti Turki Usmani, Kejayaan, Keruntuhan


      A.    Dasar Pemikiran
Dalam perjalanan sejarah , ummat islam telah mengalami perjalanan yang amat panjang, yang pasang surut. Setelah masa khulafa al-Rasyidiin, dimana kekuasaan dibidang pemerintahan telah berada dalam dua kekhalifahan, yakni Dinasti Bani Umayyah dan Dinasti Bani Abbasyiah. Sejarah telah mencatat bahwa keduaDinasti tersebut, telah mencatat sejarah yang sangat gemilang dimuka bumi. Daulat Bani Umayyah telah mendirikan emperium belahan barat yang berpusat di Spanyol dan Andalusia sebagai pusat pemerintahan dan kebudayaan. Setelah kedua Dinasti tersebut hancur, sejarah peradaban Islam selanjutnya dilanjutkan oleh kerajan-kerajaan Islam lainnya, walaupun tidak sebesar nama kedua Dinasti tersebut.
Secara garis besarnya, sejarah Islam dapat dibagi kepada tiga periode besar, yaitu; klasik, pertengahan, dan Modern. Dengan pembagian; periode klasik (650 – 1250 M) merupakan zaman kemajuan dan dibagi kedalam dua fase. Pertama, fase ekspansi, integrasi, dan puncak kemajuan (650 – 1000 M). Dizaman inilah daerah Islam meluas melalui Afrika utara sampai ke Spanyol di barat dan melalui Persia sampai ke India Timur. Kedua, fase disentegrasi (1000 – 1250 M). Dimasa ini keutuhan ummat Islam dalam bidang politik mulai pecah, kekuasaan khalifah menurun dan akhirnya Baghdad dapat dirampas oleh Hulaghu Khan di tahun 1258. Khilafah sebagai kesatuan politik ummat Islam hilang.[1]
Dilanjutkan setelah itu periode pertengahan (1250 – 1800 M) juga dibagi kedalam dua fase. Pertama, fase kemunduran, dizaman ini desentralisasi dan desentrigasi bertambah meningkat. Kedua, fase tiga kerajaan besar (1500 – 1800 M) yang dimulai dengan zaman kemajuan (1500 – 1700 M) dan zaman kemunduran (1700 – 1800 M). Tiga kerajaan besar yang dimaksud adalah kerajaan Usmani (Ottoman Empire) di Turki, kerajaan safawi di Persia, dan kerajaan Mughal di India.[2]
Dan salah satu dari ketiga kerajaan besar yang dimaksud diatas yang merupakah satu diantara sejarah peradaban Islam yang cukup menarik untuk dijadikan bahan kajian ilmiah, yaitu masa abad pertengahan, khususnya pada abad ke- 17 yaitu kerajaan Dinasti Turki Usmani.
Pada tulisan ini, penulis akan membatasi diri dengan hanya memusatkan perhatian pada dua hal yaitu; pertama, masa kejayaan yang meliputi; akulturasi budaya, stabilitas sosial dan politik yang menjadi faktor kejayaan Turki Usmani, serta bukti fisik yang menjadi fakta kejayaan Dinasti Turki. Kedua, masa keruntuhan. Yang dibicarakan dalam masa ini adalah faktor yang melatarbelakangi kehancuran dan keruntuhan Dinasti Turki Usmani.
Hal ini menjadi menarik untuk dianalisis , karena kerajaan Turki Usmani telah mengukir sejarah yang panjang dalam perjalanan sejarah Islam secara keseluruhan. Penulis berkeinginan untuk melihat sisi dari kerajaan Turki Usmani, yang menyebabkan bangkitnya kerajaan ini ditengah-tengah kehancuran kerajaan Islam lainnya. Dan membangun kembali peradaban Islam yang setelah kehancuran dua dinasti besar yaitu; Dinasti Umayyah dan Abbasyiah sementara sirna dari peta perjalanan sejarah.
  
     B.     Pembahasan
1.      Asal Mula Turki Usmani
Para Sejarawan berbeda pendapat dalam memberikan tentang asal-usul Kerajaan Turki Usmani. Informasi tentang asal-usul kerajaan Turki Usmani menurut para sejarawan, seperti Hammer Prustal, Zinkeisin, dan Iorga setidak-tidaknya masih dapat dilacak dari beberapa informasi dan keterangan tradisional yang diperoleh dari sumber peninggalan penulis sejarah orang Turki itu sendiri. Menurut keterangan itu, orang-orang Usmani sebenarnya nenek moyangnya berasal dari wilayah Asia Tengah. Mereka berasal dari suku kayi, khususnya dari kabilah Oghuz, salah satu komponen dari bangsa Turki yang mengembara ke Anatolia karena serangan Bangsa Mongol pada Abad ke-13.[3]
Hal ini senada dengan apa yang diutarakan oleh Syafiq A. Mughni, bahwasannya Kerajaan Turki Usmani didirikan oleh suku Bangsa pengembara yang berasal dari wilayah Asia Tengah, yang termasuk suku kayi. Ketika Bangsa Mongol menyerang dunia Islam, pemimpin suku kayi Sulaiman Syah, mengajak para pengikutnya untuk menghindari serbuan Bangsa Mongol tersebut dan lari ke arah barat.[4]
Sementara itu Philip K Hitty menyebutkan bahwasannya asal usul kelompok Turki Usmani di Mongolia, percampuran mereka dengan suku-suku Iran di Asia Tengah, dan pergerakan mereka ke Asia Kecil, tempat mereka secara berangsur-angsur menggantikan dan menyingkirkan sepupu mereka, Bani Saljuk. Pada Tahun pertama abad ke-14 mereka mendirikan sebuah kerajaan yang kelak ditakdirkan untuk menyeingi kebesaran imperium Bizantium, dan kekhalifahan Arab.[5]
Keterangan yang sama juga di utarakan oleh Carlk Brockelman, berdasarkan egenda yang berkembang , keturunan Usmani memang berasal dari suku kayi dari kabilah Oghuz sebagai salah  satu bagian dari bangsa Turki.[6] Sekalian demikian, Wittek dengan tegas membantah pendapat tersebut menurutnya hanya fiktif. Menurutnya orang-orang Usmani tidak bermaksud datang ke Anatolia untuk mengadakan invasi. Mereka menganggap diri mereka sebagai Masyarakat Ghazi.[7]
Terlepas dari kontradiksi mengenai asal-usul orang-orang Usmani tersebut, para sejerawan sependapat bahwasannya pendiri Kerajaan Usmani adalah Usman putra Ertoghrul. Sewaktu serngan Mongol sampai kewilayah Khurasan, kabilah Oghuzt terpaksa pergi mengembara keluar untuk menghindari serangan tersebut. Dalam pengembaraan tersebut, kabilah Oghuz dibawah pimpinan Sulaiman meminta perlindungan Raja Khawarizmi, Jalal al-Diin Mangurbiti, yang memberi wilayah Armenia bagian barat laut. Namun setelah Jalal meninggal Sulaeman sebagai pemimpin kabilah Oghuz merasa tidak aman lagi tinggal diwilayah itu karena sering mendapat gangguan dari dinasti-dinasti kecil yang bersaing. Sulaeman mengembara lagi ke Anatolia, Asia Kecil. Akan tetapi sebelum sampai di Asia Kecil Sulaeman meninggal dunia karena hanyut dalam banjir di sungai Eufrat. Kedudukan Sulaeman sebagai pemimpin kabilah Oghuz digantikan oleh putranya, Etoghrul.[8]
Sementara nama dinasti Usmani sendiri berasal dari nama Usman putra Ertoghrul. Yang sebelumnya Ertoghrul dan putranya Usman memimpin sebuah pasukan diantara beberapa negara perbatasan.[9]  Sementara dalam refrensi yang lain juga diungkapkan hal yang sama hanya berbeda bahsa saja. Kekaisaran Ottoman memperoleh namanya dari nama leluhurnya yaitu Usman (senama dengan Khalifah yang ke tiga Islam). Usman dalam bentuk sebagai kata Bahasa Turki dan ejaan Eropa menjadi “Osmanli” dan akhirnya diterjemahkan dan disalin menjadi “Ottoman”.[10]
Maka disini dapat ditarik kesimpulan bahwasannya yang mendirikan kerajaan Dinasti Turki Usmani ini adalah Putra Etoghrul yaitu Usman, dan dialah yang menjadi Raja atau Sultan yang pertama dalam kedinastian ini. Sementara Usman ini merupakan pelarian bersama ayahnya dari serangan mongol ke Asia tengah. Mereka membawa kelompok yang bernama suku kayi dan bergabung dengan kabilah Oghuz. Dan melarikan diri hingga sampai di Anatolia.
Semenjak didirikannya kerajaan ini, sebenarnya negara ini selalu diliputi suasana peperangan dan pada saat itu senantiasa dalam keadaan genting.[11]
  
     C.    Masa Pemerintahan Dinasti Usmani
Masa pemerintahan dinasti Usmani merupakan Dinasti yang ditulis dalam berbagai macam refrensi sejarah adalah yang paling lama berkuasa jika dibandingkan dengan ke tiga kerajaan besar yang berdiri pada abad pertengahan. Bahkan Kerajaan Turki Usmani ini lebih lama dari dua kerajaan besar yaitu Dinasti Abbasyiah dan Dinasti Umayyah. Kira-kira kelangsungan Kerajaan Dinasti Turki Usmani ini kurang lebih selama enam Abad (1281 - 1924) yang Sultan terakhirnya adalah Abd al-Majid II.
Namun sekalipun demikian, Kedinastian ini, sekitar dua pertiga abad setelah didirikan di Anatolia, kira-kira tahun 1300 M dengan mengorbankan kekaisaran Bizantium, dan didirikan diatas reruntuhan kerajaan saljuk, Kerajaan Turki Usmani hanyalah sebuah emirat di daerah perbatasan. Ibu Kota negara ini pertama kali didirikan pada 1326 M, adalah Brusa (Bursa). Mendekati 1366, emirat itu telah berkembang lebih stabil, mendapatkan pijakan yang lebih kokoh didaratan Eropa, dan berkembang menjadi sebuah kerajaan besar dengan Adrianopel (Edirna) sebagai Ibukotanya. Penaklukan Konstatinopel pada 1453 yang dipimpin oleh Muhammad II, Sang Penakluk (1451 - 1481) secara formal mengantarkan negara ini pada satu era baru yaitu era kerajaan.[12]
Dalam rentang masa yang amat panjang itu, kira-kira kurang lebih selama enam abad kelangsungan kerajaan ini. Telah melahirkan Sultan yang amat banyak. Kira-kira Sultan yang memerintah kerajaan ini kurang lebih mencapai 38 Sultan yang berkuasa dan memerintah kerajaan tersebut. Dan  Selama enam Abad tersebut, pemerintahan kerajaan Turki Usmani dapat diklasifikasikan menjadi lima periodesasi.[13] Lebih jelasnya dapat dilihat tabel di bawah ini: 

Tabel 1.1
Periode Pertama
No
Sultan
Masa Pemerintahan
1.
Usman I
1299 – 1326
2.
Orkhan (Putra Usman I)
1326 – 1357
3.
Murad I (Putra Orkhan)
1359 – 1389
4.
Bayazid I (Putra Murad I)
1389 – 1402

Tabel 1.2
Periode Kedua
No
Sultan
Masa Pemerintahan
5.
Muhammad I (Putra Bayazid I)
1403 – 1421
6.
Murad II (Putra Muhammad I)
1421 – 1451
7.
Muhammad II Fatih (Putra Murad II)
1451 – 1481
8.
Bayazid II (Putera Muhammad II)
1481 – 1512
9.
Salim I (Putra Bayazid II)
1512 – 1520
10.
Sulaiman I Qanuni (Putra Salim I)
1520 – 1566

Tabel 1.3
Periode ketiga
No
Sultan
Masa pemerintahan
11.
Salim II (Putera Sulaiman I)
1566 – 1573
12.
Murad III (Putra Salim II)
1573 – 1596
13.
Muhammad III (Putera Murad III)
1596 – 1603
14.
Ahmad I (Putra Muhammad III)
1603 – 1617
15.
Mustafa I (Putera Muhammad III)
1617 – 1618
16.
Usman II (Putera Ahmad I)
1618 – 1622
17.
Mustafa I (yang kedua kalinya)
1622 – 1623
18.
Murad IV (Putera Ahma I)
1623 – 1640
19.
Ibrahim I (Putera Ahmad I)
1640 – 1648
20.
Muhammad IV (Putera Ibrahim I)
1648 – 1687
21.
Sulaiman III (Putera Ibrahim I)
1687 – 1691
22.
Ahmad II (Putera Ibrahim I)
1691 – 1695
23.
Mustafa II (Putera Muhammad IV)
1695 – 1703

Tabel 2.1
Periode keempat
No
Sultan
Masa Pemerintahan
24.
Ahmad III (Putera Muhammad IV)
1703 - 1730
25.
Mahmud I (Putera Mustafa II)
1730 - 1754
26.
Usman III (Putera Mustafa II)
1754 - 1757
27.
Mustafa III (Putera Ahmad III)
1757 - 1774
28.
Abdul Hamid I(Putera Ahmad III)
1774 - 1778
29.
Salim III (Putera Mustafa III)
1789 - 1807
30.
Mustafa IV (Putera Abd al-Hamid I)
1807 – 1808
31.
Mahmud II (Putera Abd al-Hamid I)
1808 – 1839

Tabel 2.2
Periode kelima
No
Sultan
Masa Pemerintahan
32.
Abdul Majid I (Putera Mahmud II)
1839 – 1861
33.
Abdul Aziz (Putera Mahmud II)
1861 – 1876
34.
Murad V (Putera Abd al- Majid I)
1876 – 1876
35.
Abdul Hamid II (Putera Abd al- Majid I)
1876 – 1909
36.
Muhammad V (Putera Abd al- Majid I)
1909 – 1818
37.
Muhammad IV (Putera Abd al- Majid I)
1918 – 1922
38.
Abdul Majid II
1922 – 1924

Abdul majid II ketika menjadi raja dia hanya bergelar Khalifah tanpa gelar Sultan, yang pada akhirnya diturunkan dari jabatan khalifah. Turki Usmani dihapus oleh Kemal al-Taturk, dan Turki menjadi negara nasional Republik Turki.[14]
Dalam rentang waktu yang amat panjang itu, dan dengan ke 38 sultan atau khalifah yang memimpin, Turki Usmani telah menunjukkan eksistensinya sebaga sebuah dinasti yang memberikan sumbangan baru terhadap perdaban Islam. Dinasti Turki Usmani dalam rentang waktu itu telah mampu melebarkan sayapnya, membentangkan kekuasaannya dan menunjukkan taringnya. Bahkan konstantinopel yang merupakan pusat orang kristen dan ibukota kekaisaran Romawi mampu ditaklukkan pada tahun 1543. Pada masa itu Turki Usmani dipimpin oleh Muhammad II al-Fatih (sang penakluk).
Bagi sultan Muhammad II , keberhasilannya dalam penaklukan itu merupakan prestasi dan kebanggaan tersendiri karena sepanjang sejarah Islam, ia adalah satu-satunya sultan dari Kerajaan Turki Usmani yang berhasil menaklukkan Konstantinopel. Gerakan ekspansi Islam pada masa Muhammad II tidak berhenti sampai penaklukan Konstantinopel, tetapi terus berjalan kearah barat Eropa. Pada masa anaknya, Sultan Bayazid II, ekspansi Islam meluas sampai ke Transilvania, Bosnia, Moldova, Cyprus, dan Naxos.[15]
Demikianlah kilas ringkasan dari perjalanan masa pemerintahan diera Dinasti Turki Usmani, yang amat panjang. Dalam masa yang panjang itu kerajaan Turki Usmani telah memberikan sumbangan peradaban yang bukti fisiknya dapat dilihat oleh mata kita.

  1. Faktor kemajuan di masa Dinasti Turki Usmani
kemajuan sebuah negara itu tidak bisa dilepaskan dari keadaan sosial, budaya dan politik negara tersebut. Stabilitas keadaan sosial, budaya, dan politik akan menyebabkan kemajuan dibidang lain, seperti; ekonomi, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya. Begitu juga sebaliknya, instabilitas kedaan sosial, budaya, dan politik sebuah negara juga menjadi momok yang sangat menakutkan dan menjadi penyebab hancurnya sebuah negara.
Akulturasi budaya pada masa Turki Usmani ini menjadi penyebab kemajuan Dinasti Turki Usmani. Dimana keseluruhan kebudayaan turki merupakan percampuran dari berbagai macam elemen yang berbeda-beda. Dari bidang persia, yang berhubungan dengan oran Turki bahkan sebelum mereka bermigrasi ke Asia Barat, lahir corak-corak yang artistik, pola-pola yang indah, serta ide-ide politik yang mengangkat keagungan Raja. Warisan-warisan kebudayaan Asia Tengah yang nomaden, bisa disebutkan diantaranya kebiasaan mereka untuk berperang dan menaklukkan, serta kecenderungan untuk berasimilasi. Bangsa Bizantium, melalui kebanyakan bangsa saljuk dari Romawi, mewariskan berbagai lembaga militer dan pemerintahan.[16]
Dari urain yang dijelaskan diatas bahwasannya kondisi sosial dan akulturasi Budaya merupakan penyebab kemajuan kerajaan Turki Usmani yang paling utama. Dari akulturasi budaya tersebut maka lahirlah kemajuan-kemajuan dalam beberapa aspek. Sepert; aspek budaya, aspek politik, aspek kemiliteran, dan aspek perekonomian.
Maka disini dapat kita tarik kesimpulan dari adanya seting kondisi sosial dan akulturasi budaya yang menyebabkan kemajuan Turki Usmani. Bahwasannya kemajuan-kemajuan kerajaan Turki Usmani dapat dipetakan sebagai berikut: 

  1. Pengelolaan dalam bidang pemerintahan dan Reorganisasi Militer
Bentuk negara yang dibangun oleh Usmani adalah kerajaan yang bersyariat Islam. Kekuasaan tertinggi terletak ditangan para sultan. Gelar Sultan merupakan kebanggan tersendiri di kalangan para penguasa tertinggi kerajaan Turki Usmani. Bahkan jabatan sultan sejak masa Salim I tidak hanya memiliki kekuasaan dalam bidang keagamaan seperti jabatan khalifah.[17]
Sementara penataan administrasi pemerintahan kerajaan Turki Usmani secara umum baru dimulai pada masa Sultan Muhammad Fatih. Setelah konstantinopel jatuh dan menjadi pusat kekuasaan kerajaan ini. Administrasi pemerintahan Kerajaan Turki Usmani secara komprehensif terbagi menjadi pemerintahan pusat, pemerintahan daerah dan pemerintahan lokal.[18]
Selanjutnya dibidang militer juga merupakan salah satu prestasi kemajuan yang terbesar dari kerajaan Turki Usmani. Kekuatan militer Kerajaan Turki Usmani terdiri atas pasukan feodal, yenisseri, korps-korps khusus, dan pasukan pembantu dari angkatan darat dan laut. Tentara feodal bertugas mengatur pembagian tanah, melayani dan membantu tugas militer lainnya yanisseri merupakan Pasukan ini terdiri dari pemuda-pemuda kristen dan pemuda asing lainnya. Kerajaan Turki Usmani sejak berdirinya dan khususnya sejak masa Muhammad al-Fatih merupakan kekuatan militer yang tangguh dan ternbaik didunia sampai pada akhir abad ke-17. [19]

  1. Kemajuan dalam bidang perekonomian
Kemajuan dibidang politik, militer dan gerakan ekspansi Islam yang dicapai Kerajaan Turki Usmani diikuti pula dengan kemajuan dibidang perekonomian. Kemajuan dibidang ekonomi sama besar dan kuatnya dengan kemajuan dalam bidang politik dan militer.[20] daerah kekuasaan yang luas memungkinkan kerajaan Turki Usmani membangun perekonomian kuat dan maju. Pada masa puncak kemajuannya, semua daerah dan kota penting yang menjadi pusat perdagangan dan perekonomian jatuh ketangannya. Daerah-daerah yang ditaklukkan menjadi sumber perekonomian kerajaan Turki Usmani. Hal ini disebabkan dalam setiap keberhasilan kerajaan mendapatkan rampasan perang, jizyah, dan pajak sesudahnya. Begitu pula dengan dikuasai kota-kota dagang dan jalur-jalur perdagangan dilaut dan didarat memungkinkan pula kerajaan memacu kemajuan ekonominya meelalui perdagangan.

  1. Kemajuan dalam bidang ilmu dan Budaya
Walaupun kerajaan Turki Usmani maju dalam aspek politik, ekonomi, dan kemiliteran, namun kemajuan tersebut tidak mempengaruhi kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan. Apabila dibandingkan kemajuan dalam bidang ekonomi, politik, dan militer, kemajuan dan prestasi mereka dalam bidang sainsn, teknologi, dan filsafat masih relatif kecil.[21] Kesungguhan Kerajaan Turki Usmani ini hanya pada aspek budaya saja tidak sampai menyentuh aspek sains.
Didalam wilauah Turki Usmani muncul tokoh-tokoh penting dalam bidang kebudayaan, seperti pada abad-abad ke-16, 17, dan 18. Aliran yang didirikan oleh Baki dan Fuzuli pada abad ke-16 terus mendominasi selama abad ke-17, menekankan tradisi yang berrbeda yang didasarkan pengaruh Persia dan terutama Turki. Hasilnya ialah mundurnya gaya romantik menshevi, yang hanya terbatas pada karya-karya singkat dari etika, berisi anekdot, sedangkan kaside Turki menjadi alat yang menonjol dari ekspresi puisi.[22]
Kesungguhan usaha Kerajaan Turki Usmani dalam kegiatan ilmu dan budaya hanya terlihat dalam bidang hukum dan kebudayaan Turki. Dalam bidang hukum dia berhasil mengangkat syari’at Islam pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberikan oleh negara-negara Islam lainnya. Bahkan, dalam arti tertentu, negara Islam pertama yang mencoba mengangkat syari’at Islam sebagai hukumefektif bagi negara dalam aspek kehidupan. Hal ini bisa dilihat pada masa Sultan Muhammad al-Fatih disusunlah buku Qanun Usmane oleh kerajaan. Buku ini tidaj hanya berisi perundang-undangan legislatif, tetapi juga berisi himpunan peraturan dan praktik hukum lainnya.[23]
Pada masa Sulaeman al-Qanuni disusun pula buku Multaqa al-Abhur, buku yang terkenal dalam bidang hukum yang membuat Sultan Sulaeman digelari dengan al-Qanuni. Buku ini menjadi buku standar bagi Kerajaan Turki Usmani di bidang hukum sampai akhir abad ke-19 M.[24]
Sementara dalam bidang arsitektur, khususnya pada masa Sultan Sulaeman al-Qanuni, dia menyempurnakan dan memperindah ibu kota, serta kota-kota lain dengan mendirikan masjid, sekolah, rumah sakit, istana, moseleum, jembatan terowongan, jalur kereta dan pemandian umum.[25] Seorang arsitek kepercayaan kerajaan yang mengubah wajah kerajaan Turki Usmani menjadi indah adalah seorang muallaf yang bernama Sinan, karya agungnya adalah masjid Sulaimaniyah. Sinan membangun masjid tersebut dengan sengaja untuk mengungguli St. Shophia.[26]
Kebekuan kegiatan ilmu dan pemikiran tersebut disebabkan oleh tertutupnya pintu ijtihad. Para Ulama’ masih menutup pintu ijtihad dan kegiatan penyelidikan ilmiah. Mereka sama sekali tidak tertarik untuk mengadakan ijtihad dan melakukan penyelidikan ilmiah untuk mendapatkan pengetahuan baru. Bahkan lebih dari itu mereka menolak segala pemikiran baru. Padahal, mereka adalah seorang yang sangat berwenang dalam menyusun kebijaksanaan pendidikan dan pengajaran.[27]
Sebagai akibatnya sistem pendidikan dan pengajaran pada masa Turki Usmani menjadi stagnan. Keadaan ini berlangsung sampai permulaan abad ke-19 M. Baru pada masa Sultan Mahmud II terjadi perubahan dan kemajuan besar terhadap Turki Usmani.[28]

Berdasarkan analisa penulis, penulis disini dapat menyimpulkan bahwasannya kemajuan yang dicapai oleh Turki Usmani hanya dalam bidang Politik, sosoial, ekonomi, dan budaya. Sementara kemajuan itu sama sekali tidak menyentuh dalam bidang ilmu pengetahuan dan pemikiran. Perkembangan dan kemajuan tersebut tidak terlepas dari setting budaya, ekonomi, dan sosial politik. Kebudayaan Turki merupakan perpaduan antara kebudayaan Persia, Bizantium, dan Arab. Kebudayaan Persia, telah banyak menanamkan ajaran-ajaran etika dan tatakrama dalam istana. Sedangkan dari budaya Bizantium menghasilkan kemajuan dalam aspek keorganisasian, kemiliteran, dan pemerintahan. Sedangkan dari kebudayaan Arab, mereka mendapatkan ajaran tntang ekonomi, kemasyarakatan dan ilmu pengetahuan.

  1. Faktor Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Turki Usmani
Setelah kerajaan ini mampu bertahan dalam rentang waktu yang cukup lama, dengan berbagai macam problematika dan kemajuan yang telah dicapai, ternyata pada akhirnya kerajaan ini juga mengalami kemunduran yang amat drastis, sehingga terimplikasi pada runtuh dan hancurnya kerajaan Turki Usmani ini dari perjalanan sejarah. Mungkin ini merupakan sunnatullah yang harus dijalani dalam perjalanan sejarah. Namun, sekalipun demikian ada faktor-faktor yang melatar belakangi kemunduran sehingga terimplikasi pada runtuhnya kerajaan tersebut. Dalam poin ini akan dijelaskan tentang faktor-faktor yang menyebabkan Kerajaan Turki usmani mengalami kemunduran.
Kerajaan, yang secara umum diatur untuk menghadapi peperangan ketimbang memakmurkan rakyatnya, dan membangun kawasan yang tak terjangkau tangan pemerintah dengan perangkat komunikasi yang baik, serta populasi yang heterogen diantara kelompok dan ras yang berbeda-beda, dengan garis perpecahan yang kentara jelas antara golongan Muslim dan Kristen, bahkan dengan Muslim Turki dengan Muslim Arab dan antara sekte Kristen yang satu dengan yang lain, menjadi lahan yang subur bagi tumbuhnya bibit kehancuran yang kelak akan mengikis sendi-sendi kerajaan ini.[29]
Dari analisa diatas maka disini dapat dijelaskan bahwasannya terdapat tiga faktor yang melatarbelakangi kemunduran kerajaan Turki Usmani, sebagaimana yang dijelaskan oleh Mughni A Syafiq:[30]
  1. Kelemahan para Sultan dan Sistem Birokrasi
Ketergantungan sistem birokrasi Turki Usmani kepada kemampuan seorang Sultan dalam mengendalikan pemerintahan, menjadikan institusi politik ini menjadi rentan bagi kejatuhan kerajaan. Konflik kepentingan penguasa di tingkat pusat selanjutnya menyebar keseluruh system birokrasi lokal.
Hal ini pada akhirnya menimbulkan gejolak politik yang begitu ketara, gejolak politik seperti ini menyebabkan adanya pemberontakan militer, baik di pusat maupun didaerah. Ada yang dilakukan oleh gubenur, ada yang dilakukan pangeran-pangeran kristen, dan adapula yang dilakukan oleh tentara-tentara yessineri sendiri[31]

  1. Kemerosotan Kondisi Sosial – Ekonomi
Dengan meluasnya wilayah kekuasaan Kerajaan Turki Usmani, maka secara otomatis bertambah pula populasi penduduk yang bernaung dan berada dibawah kekuasaan Turki Usmani. Hal ini tentunya juga berdampak pada kebutuhan masyarakat secara materil dalam bidang ekonomi. Ternyata kelemahan politik yang terjadi pada abad ke-17 itu juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi, sehingga perekonomian kerajaan Turki Usmani mengalami kemerosotan di bidang ekonomi.
Hal semacam ini merupakan problem internal sebagai dampak pertumbuhan perdagangan dan ekonomi internasional. Sistem perekonomian kerajaan Turki Usmani saat itu berbasiskan pada prinsip pemenuhan dalam negri kerajaan, self sufficiency syistem. Sehingga pada akhirnya hal ini menyebabkan beberapa poin: pertama, dominasi Sultanah atau harem atas Sultan. Kedua, merajarelanya korupsi yang menjalar kesemua lapisan unsur pemerintahan dan militer. Ketiga, adanya kompleksitas bangsa dan agama. Keempat, kesulitan ekonomi dan keuangan. Kelima, masih bercokolnya sistem kekuasaan pemerintahan yang absolut.[32]

  1. Munculnya Kekuatan Eropa
Munculnya kekuatan politik baru didaratan Eropa dapat dianggap, secra umum, sebagai faktor yang mempercepat keruntuhan Kerajaan Turki Usmani. Munculnya kekuatan baru tersebut disebabkan oleh penemuan di bidang teknologi yang selanjutnya mendorong bangkitnya kekuatan baru di bidang ekonomi maupun militer. Format seperti ini tidak hanya merubah format hidup masyarakat Islam, tetapi juga keseluruhan Ummat Manusia.
Sementara kekuatan politik dan militer yang dimiliki oleh Kerajaan Turki usmani tidak mampu mengimbangi kekuatan baru tersebut. Hal inilah yang membuat Turki usmani mengalami kemunduran. Ketidak mampuan tentaranya dalam menghadapi tekanan militer Barat.[33] Ketika kekuatan militernya tidak mampu menghadapi gempuran tentara Eropa, seluruh sendi negarapun rapuh selamanya. Ketidakmampuan kerajaan Turki Usmani dalam menghadapi tentara eropa mulai tampak sejak abad ke-17 M sampai kerajaan ini memasuki episode-episode kehancurannya.

  1. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas maka hal ini dapat disimpulkan, bahwasannya faktor yang paling mendominasi kemajuan di era Kerajaan Turki Usmani adalah stabilitas sosial – politik dan adanya akulturasi budaya, yang mana kemajuan peradaban dimasa Kerajaan Turki usmani ini mencakup tiga hal:
  1. Kemajuan dalam bidang pengelolaan pemerintahan dan reorganisasi militer
  2. Kemajuan dalam bidang perekonomian dan sosial- politik
  3. Kemajuan dalam bidang ilmu dan kebudayaan.
Namun sebagaimana kerajan-kerajaan sebelumnya baik kerajaan berbasis islam atau non islam pada akhirnya akan dihadapkan pada kemunduran dalam setiap aspeknya, sehingga hal ini terimplikasi pada runtuhnya kerajaan tersebut. Hal inilah yang juga dialami oleh Turki usmani. Setelah kerajaan ini berkuasa dengan rentang waktu yang cukup lama ternyata tibalah pada episode-episode kehancuran. Namun setiap kehancuran, sebagaimna kemajuan, tidak lepas dari faktor yang melatarbelakangi atas kemunduran itu. Ada tiga faktor yang melatarbelakangi kemunduran Kerajaan Ini:
  1. Kelemahan para Sultan dan lemahnya sistem birokrasi
  2. Kelemahan dalam bidang sosial – ekonomi
  3. Munculnya kekuatan politik baru (Eropa - Barat)
Demikianlah perjalanan sejarah pada masa Turki Usmani yang mana dalam perjalannya menghadapi segala kompleksitas problematika.







DAFTAR PUSTAKA
Al-Hasan, Abu Ali al-Nadwi, Islam and The World, Lucknow: Academy of Islamic Research and Publication, 1979
Ahmed, S. Waqar Husaini, Sistem Pembinaan Masyarakat Muslim, Ter. Anas Mahyudin, Bandung: Pustaka Salman, 1981
Ahmed, S Akbar, Rekonstruksi Sejarah Islam; Di Tengah Pluralitas Agama dan Peradaban, Jakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003
Hitty, K Philip, History Of The Arabs, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2013
Holt, P.M.  the Cambridge History of Islam, London: Cambridge University Press, 1977
Kusdiana, Ading, Sejarah dan Kebudayaan Islam; Periode Prtengahan, Bandung: Pustaka Setia, 2013
Mughni, A. Syafiq, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 1975
Lapidus, M. Ira, Sejarah Sosial Ummat Islam; Bagian Ke satu dan Ke Dua, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000







[1] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 13
[2] Ibid, hlm.13
[3] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1991), 14
[4] Syafiq A Mughni, Sejarah kebudayaan Islam di Turki, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm.51
[5] Phili K Hitty, History Of The Arabic, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2013),hlm. 898
[6] Wayne S Vuchinic, The Ottoman Empire; Its Record and Legacy, (New York: Van Nostrad, 1965), hlm. 9
[7] Ading Kusdiana, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Bandung: Penerbit Pustaka Setia, 2013), hlm. 121
[8] Ibid, hlm.122
[9] Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 473
[10] Akbar S Ahmed, Rekonstruksi Sejarah Islam; Di Tengah Pluralitas Agama dan Peradaban, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003), hlm.122
[11] Philip K Hitty, History Of The Arab, hlm. 905
[12] Philip K Hitty, History Of The Arab, hlm. 905 - 906
[13] Pemerintahan kesultanan Turki ini bisa dibagi menjadi lima periodesasi sebagai berikut: 1. Periode pertama (1299-1402), 2. Periode kedua (1402 - 1566), 3. Periode ketiga (1566 - 1699), 4. Periode keempat (1699 - 1839), 5. Periode kelima (1839 - 1922). Lihat Syafiq A Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam Di Turki, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 54 - 66
[14] Syafiq A Mughni, hlm. 66
[15] Ading Kusdiana, hlm.127
[16] Philip K Hitty, hlm. 912
[17] Ading Kusdiana, hlm.130
[18] P.M. Holt, the Cambridge History of Islam, London: Cambridge University Press, 1977, hlm. 315
[19] Ading Kusdiana, hlm.131
[20] S. Waqar Ahmed Husaini, Sistem Pembinaan Masyarakat Muslim, Ter. Anas Mahyudin, (Bandung: Pustaka Salman, 198), hlm. 153
[21] S. Waqar Ahmed Husaini, hlm. 153
[22] Syafiq A Mughni, hlm.87
[23] Ading Kusdiana, hlm. 134
[24] Philip K Hitty, hlm. 713 - 714
[25] Philip K Hitty, hlm. 912
[26] Akbar S Ahmed, hlm123
[27] Abu al-Hasan Ali al-Nadwi, Islam and The World, (Lucknow: Academy of Islamic Research and Publication, 1979), hlm 106
[28] Harun Nasution, hlm.18
[29] Philip K Hitty, hlm. 925
[30] Mughni A Syafiq, hlm. 92 - 113
[31] Ading Kusdiana, hlm. 153
[32] Ading Kusdiana, hlm.151
[33] Ading Kusdiana, hlm.154

Tidak ada komentar:

Posting Komentar