VALIDITAS DALAM
EVALUASI PEMBELAJARAN
Makalah
Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Pengembangan
Evaluasi Pembelajaran PAI”
Dosen
Pengampu:
Dosen I : Dr. Suti’ah, M.Pd
Dosen II : Dr. Indah Aminatus Zuhriyah, M.Pd
Pemakalah:
MUHAMMAD
FURQAN (16771006)
NURHIKMAH
(16771031)
PROGRAM
STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA
MALIK IBRAHIM MALANG
2017
A. Dasar Pemikiran
Analisis kualitas tes merupakan
suatu tahap yang harus ditempuh untuk mengetahui derajat kualitas tes, baik tes
secara keseluruhan maupun butir soal yang menjadi bagian dari tes tersebut.
Dalam penilaian hasil belajar, tes diharapkan dapat menggambarkan sampel
perilaku dan menghasilkan nilai yang objektif serta akurat. Jika tes yang
digunakan guru kurang baik, maka hasil yang diperoleh pun tentunya kurang baik.
Hal ini dapat merugikan peserta didik menjadi tidak objektif dan tidak adil. Oleh
sebab itu, tes yang digunakan guru harus memiliki kualitas yang lebih baik
dilihat dari berbagai segi. Tes hendaknya disusun sesuai dengan prinsip dan
prosedur penyusunan tes. Setelah digunakan perlu diketahui apakah suatu tes
tersebut berkualitas baik atau kurang baik. Untuk mengetahui apakah suatu tes
yang digunakan termasuk baik atau kurang baik, maka perlu dilakukan analisis
kualitas tes.
Analisis kualitas tes berkaitan
dengan pertanyaan apakah tes sebagai suatu alat ukur benar-benar mengukur apa
yang hendak dan seharusnya diukur? Sampai mana tes tersebut dapat diandalkan
dan berguna? Kedua pertanyaan ini sebenarnya menunjuka pada dua hal pokok,
yaitu validitas dan reabilitas. Kedua hal ini sekaligus merupakan karakteristik
alat ukur yang baik. Para ahli banyak mengemukakan tentang karakteristik
tersebut. R.L. Thorndike, dan H.P Hagen (1977) mengemukakan, “there are many specific considerations
entering into the evaluation of a test, but we shall consider them… under three
main headings. These are, respectively, validity, reability, dan practicality.”
Ternyata pendapat ini jauh lebih luas dari apa yang dikemukan di atas. Namun
dalam kesempatkan kali ini hanya akan dibatasi pada validitas saja.[1]
Dalam praktik evaluasi di
sekolah, sering kali guru acuh tak acuh dengan kualitas tes. Artinya, pakah
suatu tes termasuk baik atau tidak, guru tidak mau tahu, yang penting bagi guru
adalah tersedianya perangkat tes untuk melaksanakan penilaian. Ada guru yang
mengambil soal dari buku-buku pelajaran atau dari kumpulan soal. Padahal
soal-soal tersebut belum diketahui tingkat kebaikannya. Dengan dasar
ini, kami mencoba mengkaji
sejauhmana validitas dalam evaluasi pendidikan itu.
B.
Hakikat Validitas
Validitas berasal dari kata
“valid” yaitu secara etimologi diartikan sebagai tepat, benar, sahih, dan absah.
Dengan kata lain, sebuah tes telah memiliki validitas, apabila tes tersebut
dengan secara tepat, benar, sahih atau absah
telah dapat mengungkap atau mengukur apa yang seharusnya diungkap atau diukur lewat tes
tersebut.
Di dalam buku Encyclopedia of Educationan Evaluation yang
ditulis oleh Scarvia B. Anderson, dkk disebutkan: “A test is valid if it measures what it
porpuse to measure”. Atau jika diartikan, sebuah tes dikatakan
valid apabila tes tersebut
mengukur apa yang hendak diukur. Dalam bahasa Indonesia “valid” disebut dengan
istilah “shahih”.[2]
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur (tes) dalam melakukan fungsi
ukurnya. Suatu tes dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut
menjalankan fungi ukur
secara tepat atau
memberikan hasil ukur yang
sesuai dengan maksud
dilakukannya pengukuran tersebut.
Artinya hasil ukur dari pengukuran tersebut merupakan besaran yang
mencerminkan secara tepat fakta atau keadaan sesungguhnya dari apa yang diukur.[3]
Validitas adalah kadar
ketelitian tes untuk dapat memenuhi fungsinya dalam menggambarkan keadaan aspek
yang diukur dengan tepat/teliti.[4] Suryabrata menyatakan
bahwa validitas tes pada dasarnya menunjuk kepada derajat fungsi pengukurnya suatu tes, atau derajat kecermatan ukurnya sesuatu tes. Validitas suatu tes mempermasalahkan apakah tes tersebut
benar-benar mengukur apa yang hendak diukur. Maksudnya adalah seberapa
jauh suatu tes mampu mengungkapkan dengan tepat ciri atau keadaan yang
sesungguhnya dari obyek ukur, akan tergantung dari tingkat validitas
tes yang bersangkutan.[5]
Sudjana menyatakan bahwa validitas berkenaan dengan ketepatan alat
penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai.[6]
Validitas instrumen evaluasi, tidak lain adalah
derajat yang menunjukkan di mana suatu tes mengukur
apa yang hendak diukur atau derajat ketepatan atau tingkat kesahihan. Validitas
instrumen mempunyai beberapa makna penting, diantaranya sebagai berikut:
1.
Validitas
berhubungan dengan ketepatan interpretasi hasil tes atau instrumen evaluasi
untuk grup individual dan bukan instrumen
itu sendiri.
2.
Validitas
diartikan sebagai derajat yang menunjukkan kategori yang bisa mencakup kategori
rendah, sedang, dan tinggi.
3.
Prinsip suatu
tes valid, tidak universal. Validitas suatu tes yang perlu diperhatikan bahwa instrumen valid untuk satu tujuan saja. Tes valid
untuk bidang studi pendidikan agama Islam, tidak cocok untuk digunakan di biologi.
Suatu
tes yang valid untuk tujuan tertentu atau pengambilan keputusan tertentu,
mungkin tidak valid untuk tujuan atau pengambilan keputusan lain. Jadi validitas
suatu tes, harus selalu dikaitkan dengan tujuan atau pengambilan
keputusan tertentu. Tes masuk di SMA misalnya harus selalu dikaitkan dengan
seberapa jauh tes masuk tersebut dapat mencerminkan prestasi atau hasil belajar
para calon peserta
didik baru setelah
belajar nanti.
C. Pendekatan Validitas Tes
Validitas terhadap tes hasil belajar sebagai suatu totalitas dapat
dilakukan dengan dua cara. Pertama, validitas yang dilakukan dengan
jalan berpikir secara rasional atau penganalisisan dengan menggunakan logika (logical validity). Kedua, validitas yang dilakukan dengan mendasarkan diri kepada
kenyataan empiris, di mana validitas dilaksanakan dengan menggunakan empirical
validity. Namun secara
metodologis, validitas dapat dibedakan dalam empat (4) macam, yaitu validitas isi, konstruk, konkuren, dan prediksi. Tetapi,
pada dasarnya keempat macam vadilitas ini merupakan
bagian dari validitas logis dan empiris.
1. Validitas Logis
Tes hasil belajar yang setelah dilakukan
penganalisasian secara rasional ternyata memiliki daya ketepatan mengukur,
disebut tes hasil belajar yang telah memiliki validitas logika (logical validity). Istilah lain untuk
validitas logika adalah: validitas rasional, validitas ideal atau validitas das
sollen.
Validitas rasional adalah validitas yang
diperoleh atas dasar hasil pemikiran, validitas yang diperoleh dengan berpikir
secara logis. Dengan demikian, maka suatu tes hasil belajar dapat dikatakan
telah memiliki validitas rasional apabila setalah dilakukan penganalisisan
secara rasional ternyata bahwa tes hadil belajar itu memang (secara rasional)
dengan tepat telah dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Untuk dapat
menentukan apakah tes hasil belajar sudah memiliki validitas rasional ataukah
belum, dapat dilakukan penelusuran dari dua segi, yaitu dari segi isinya (content) dan dari segi susunan atau
kontruksinya (construct).[7]
a. Validitas
Isi (Content Validity)
Validitas isi sering digunakan dalam penilaian hasil belajar. Tujuan
utamanya adalah untuk mengetahui sejauh mana peserta didik menguasai materi
pelajaran yang telah disampaikan, dan perubahan-perubahan psikologis apa yang
timbul pada peserta didik tersebut setelah mengalami proses pembelajaran
tertentu. Jika dilihat dari segi kegunaannya dalam penilaian hasil belajar,
validitas isi ini sering disebut juga validitas kurikuler dan validitas rumusan.
Validitas kurikuler berkenaan dengan pernyataan apakah materi tes relevan
dengan kurikulum yang sudah ditentukan. Pertanyaan ini timbul karena
sering terjadi materi tes tidak mencakup keseluruhan aspek yang akan diukur,
baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik, tetapi hanya pengetahuan
yang bersifat fakta-fakta pelajaran tertentu. Diharapkan dengan validitas
kurikuler ini timbul ketelitian yang jelas dan totalitas dengan menjelajahi semua
aspek yang tercakup dalam kisi-kisi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang
bersangkutan. Validitas kurikuler ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara
lain mencocokkan materi tes dengan silabus dan kisi-kisi, melakukan diskusi dengan
sesama pendidik, atau mencermati kembali substansi dari konsep yang akan
diukur.
Validitas
perumusan berkenaan dengan pertanyaan apakah aspek-aspek dalam soal-soal itu
betul-betul tercakup dalam perumusan tentang apa yang hendak diukur. Di samping
itu, validitas isi dapat juga disebut validitas rasional atau validitas logis.
Sebagaimana dikemukakan oleh R.L. Thorndike dan H.P. Hagen (1977) bahwa “scientific analysis is essentially a
rational and judgmental one, this is sometimes spoken of as rational or logical
validity”. Pernyataan ini memang ada benarnya, karena pengujian validitas
harus dilakukan secara rasional dan logis sehingga suatu tes hasil belajar
dapat memiliki validitas yang sempurna.[8]
b. Validitas
Konstruksi (Construct Validity)
Secara etimologis, kata
“konstruksi” mengandung arti susunan, kerangka atau rekaan. Kalimat seperti “gedung
bertingkat itu menggunakan konstruksi beton bertulang” misalnya, mengandung
arti bahwa batang tubuh dari bangunan berupa gedung bertingkat itu “tersusun”
dan bahan-bahan beton bertulang, atau “kerangka utamanya” adalah beton
bertulang, atau dirancang dengan “rekaan” beton bertulang. Dengan demikian,
validitas konstruksi dapat diartikan sebagai validitas yang ditilik dari segi
susunan, kerangka atau rekaannya.
Adapun secara terminologis,
suatu tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai tes yang telah memiliki
validitas konstruksi, apabila tes hasil belajar tersebut -ditinjau dan segi
susunan, kerangka atau rekaannya- telah dapat dengan secara tepat mencerminkan
suatu konstruksi dalam teori psikologis. Tentang istilah “konstruksi dalam psikologis”
ini perlu dijelaskan, bahwa para ahli di bidang psikologis mengemukakan teori
yang menyatakan bahwa jiwa dari seorang peserta didik itu dapat “dirinci” ke
dalam beberapa aspek atau ranah tertentu. Benjamin S. Bloom misalnya merincinya
dalam tiga aspek kejiwaan yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotorik.
Validitas konstruksi dari suatu
tes hasil belajar dapat dilakukan penganalisisannya dengan jalan melakukan pencocokan
antara aspek-aspek berpikir yang terkandung dalam tes hasil belajar tersebut,
dengan aspek-aspek berpikir yang dikehendaki untuk diungkap oleh tujuan instruksional
khusus. Dengan demikian -seperti halnya pada penganalisisan validitas isi-
kegiatan menganalisis validitas konstruksi ini dilakukan secara rasional,
dengan berpikir kritis atau menggunakan logika. Jika secara logis atau secara
rasional hasil penganalisisan itu menunjukkan bahwa aspek-aspek berpikir yang
diungkap melalui butir-butir soal tes hasil belajar itu sudah dengan secara
tepat mencerminkan aspek-aspek berpikir yang oleh tujuan instruksional khusus
diperintahkan untuk diungkap, maka tes hasil belajar tersebut dapat dinyatakan
sebagai tes hasil belajar yang valid dari segi susunannya atau telah memiliki
validitas konstruksi.
Seperti halnya pada penganalisisan
validitas isi, maka penganalisisan validitas konstruksi juga dapat dilakukan dengan
jalan menyelenggarakan diskusi panel. Pengujian validitas konstruksi tes ini
pun dapat dilakukan baik sesudah maupun sebelum tes hasil belajar tersebut
dilaksanakan.[9]
2.
Validitas Empirik
Dimaksud dengan validitas empiric adalah ketepatan mengukur yang
didasarkan pada hasil analisis yang bersifat empirik. Dengan kata lain,
validitas empirik adalah validitas yang bersumber pada atau diperoleh atas
dasar pengamatan di lapangan. Bertitik tolak dari itu, maka tes hasil belajar
dapat dikatakan telah memiliki validitas empiric apabila berdasarkan hasil
analisis yang telah dilakukan terhadap data hasil pengamatan di lapangan,
terbukti bahwa tes hasil belajar itu dengan secara tepat telah dapat mengukur
hasil belajar yang seharusnya diungkap atau diukur lewat tes hasil belajar
tersebut.
Untuk dapat menentukan apakah tes hasil belajar sudah memiliki validitas
empirik ataukah belum, dapat dilakukan penelurusan dari dua segi, yaitu dari
segi daya ketepatan meramalnya (predictive
validity) dan saya ketepatan bandingannya (concurrent validity).
a.
Validitas Prediksi/Ramalan (Predictive Validity)
Dalam validitas ini yang
diutamakan bukan isi tes, melainkan kriterinya, apakah alat penilaian tersebut
dapat digunakan untuk meramalkan suatu ciri, perilaku tertentu, atau kriteria
tertentu yang diinginkan. Misalnya alat penilaian motivasi belajar, apakah
dapat digunakan untuk meramal prestasi belajar yang dicapai. Artinya, terdapat
hubungan yang positif antara motivasi dengan prestasi. Dengan kata lain,
validitas ini mengandung ciri adanya relevansi dan keajegan atau ketetapan (reliability). Motivasi dapat digunakan untuk
meramal prestasi bila skor-skor yang diperoleh dari ukuran motivasi berkorelasi
positif dengan skor prestasi.
Validitas ramalan ini mengandung
dua makna: yang pertama validitas jangka pendek, dan yang kedua validitas
jangka panjang. Validitas jangka pendek berarti daya ramal alat penilaian tersebut
hanya untuk masa yang tidak lama. Artinya, skor tersebut berkorelasi pada waktu
yang sama. Misalnya ketetapan (reliability)
terjadi pada semester dua, artinya daya ramal berlaku pada semester dua, dan
belum tentu terjadi pada semester berikutnya. Sedangkan validitas jangka
panjang, mengandung makna skor tersebut akan berkorelasi juga di kemudian hari.
Mengingat
validitas ini lebih menekankan adanya korelasi, maka faktor yang berkenaan
dengan persyaratan terjadinya korelasi harus dipenuhi. Faktor tesebut antara
lain adalah hubungan dari konsep dan variabel dapat dijelaskan berdasarkan
pengetahuan ilmiah, minimal masuk akal sehat dan tidak mengada-ada. Faktor lain
adalah skor yang dikorelasikan memenuhi linieritas. Ketiga validitas yang
dijelaskan di atas idealnya dapat digunakan dalam menyusun alat penilaian,
minimal validitas isi dan validitas konstruksi. Validitas isi dan validitas konstruksi
mutlak diperlukan dan bisa diupayakan tanpa melakukan pengujian secara statistik.[10]
b.
Validitas Konkuren/Kesamaan (Concurrent Validity)
Validitas kesamaan suatu tes
artinya membuat tes yang memiliki persamaan dengan tes sejenis yang telah ada atau
yang telah dibakukan. Kesamaan tes terlingkupnya abilitas yang diukurnya,
sasaran atau objek yang diukurnya, serta waktu yang diperlukan. Validitas
kesamaan suatu tes adalah melalui indeks korelasi berdasarkan perhitungan
korelasi. Apabila menunjukkan indeks korelasi yang cukup tinggi, yakni
mendekati angka 1 (korelasi sempurna), berarti tes yang disusun tersebut
memiliki validitas kesamaan.
Untuk mudahnya kita bisa
mengasumsikan soal-soal Ebta atau Ebtanas dalam bidang studi tertentu sebagai
tes baku sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusunan bidang studi
yang sejenis. Dengan demikian guru dapat membuat tes bidang studi tersebut yang
memiliki kesamaan dengan tes Ebta bidang studi yang sama melalui uji korelasi. Di
lain pihak sekolah atau guru dapat juga membuat tes baku dalam bidang-bidang
studi tertentu. Melalui beberapa kali uji coba kemudian hasilnya dianalisis
tingkat kesukaran dan daya pembedanya di samping diuji validitas dan
reliabilitasnya. Berdasarkan uji coba tersebut item tes diperbaiki dan
disempurnakan sehingga menghasilkan tes yang mendekati kebakuan. Tes ini
nantinya dapat digunakan sebagai acuan bagi penyusunan tes sejenis melalui uji
validitas kesamaan.
Tes baku
untuk bidang studi yang ada di sekolah memang sangat langka. Kelangkaan ini
disebabkan oleh sulitnya membuat tes baku di samping memerlukan biaya yang
mahal. Soal-soal yang dibuat untuk keperluan Ebtanas merupakan satu-satunya tes
yang dianggap baku. Oleh sebab itu, membuat tes bidang studi yang diacukan
kepada soal-soal Ebtanas melalui validitas kesamaan merupakan salah satu upaya
dalam menyediakan soal-soal bidang studi yang memadai. Melalui upaya ini sekolah
dapat memiliki soal-soal bidang studi untuk keperluan atau pun keperluan
lainnya.[11]
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Validitas
Ada dua unsur penting dalam
validitas ini. Pertama, validitas
menunjukkan suatu derajat, ada yang sempurna, ada yang sedang, dan ada pula
yang rendah. Kedua, validitas selalu
dihubungkan dengan suatu putusan atau tujuan yang spesifik. Sebagaimana
pendapat R.L. Thorndike dan H.P. Hagen (1977) bahwa “validity is always in relation to a specific decision or use”.
Sementara itu, Gronlund (1985) mengemukan ada tiga faktor yang memengaruhi
validitas hasil tes, yaitu “faktor instrumen evaluasi, faktor administrasi
evaluasi dan penskoran, dan faktor dari jawaban peserta didik”.
1.
Faktor instrumen evaluasi
Mengembangkan instrumen evaluasi memang tidaklah mudah, apalagi jika
seorang evaluator tidak atau kurang memahami prosedur dan teknik evaluasi itu
sendiri. Jika instrumen evaluasi kurang baik, maka dapat berakibat hasil
evaluasi menjadi kurang baik. Untuk itu, dalam mengembangkan instrumen
evaluasi, seorang evaluator harus memperhatikan hal-hal yang memengaruhi
validitas instrumen dan berkaitan dengan prosedur penyusunan instrumen, seperti
silabus, kisi-kisi soal, petunjuk mengerjakan soal dan pengisian lembar jawaban,
kunci jawaban, penggunaan kalimat efektif, alternatif jawaban, tingkat
kesukaran, daya pembeda, dan sebagainya.
2.
Faktor administrasi evaluasi dan penskoran
Dalam administrasi evaluasi dan penskoran, banyak sekali terjadi penyimpangan
atau kekeliruan, seperti alokasi waktu untuk pengerjaan soal yang tidak
proporsional, memberikan bantuan kepada peserta didik dengan berbagai cara,
peserta didik saling menyontek ketika ujian, kesalahan penskoran, termasuk kondisi
fisik dan psikis peserta didik yang kurang menguntungkan.
3.
Faktor jawaban dari peserta didik
Dalam praktiknya,
faktor jawaban peserta didik justru lebih banyak berpengaruh daripada dua
faktor sebelumnya. Faktor ini meliputi kecenderungan peserta didik untuk
menjawab secara cepat, tetapi tidak tepat, keinginan melakukan coba-coba, dan
penggunaan gaya bahasa tertentu dalam menjawab soal bentuk uraian.[12]
E. Cara Menganalisis Validitas Tes
Dalam pembahasan sebelumnya
telah dibahas mengenai validitas suatu tes. Validitas tes dibedakan antara lain validitas isi, konstruk, konkuren, dan prediksi. Dua validitas yang
disebut pertama, yakni validitas isi dan konstruk dapat dibuat melalui upaya
penyusunan tes tanpa harus dilakukan pengujian statistika. Sedangkan untuk
validitas konkuren dan prediksi dilakukan
pengujian statistika melalui uji korelasi.
Validitas prediksi pada
hakikatnya ingin melihat apakah tes sebagai alat penilaian dapat digunakan
untuk memprediksikan suatu ciri atau perilaku tertentu. Umpamanya apakah tes
prestasi belajar tertentu dapat digunakan untuk meramalkan keterampilan
tertentu jika misalnya terdapat korelasi positif yang berarti di antara hasil
tes prestasi belajar dengan keterampilan memecahkan masalah. Sedangkan
validitas konkuren dilakukan dengan mengorelasikan tes yang dibuat oleh guru
dengan tes yang sudah baku dalam bidang studi yang sama dan untuk tingkat yang
sama pula. Dengan demikian, kedua validitas ini dihadapkan pada pengujian
statistika yakni korelasi.
Ada dua
jenis korelasi yang biasa digunakan, yakni korelasi momen produk (product moment) atau metode Karl Pearson
yang diberi notasi “r” dan korelasi tata jenjang (rank correlation) atau metode Spearman yang beri notasi “rho”. [13]
Untuk lebih jelasnya penulis telah melampirkan berupa contoh dan cara
menganalisis validitas di dalam makalah ini.
F. Penutup
1.
Validitas instrumen evaluasi,
tidak lain adalah derajat yang menunjukkan dimana suatu tes mengukur apa yang
hendak diukur atau derajat ketepatan atau tingkat kesahihan.
2.
Validitas
terhadap tes hasil belajar sebagai suatu totalitas dapat dilakukan dengan dua
cara. Pertama, validitas yang dilakukan dengan jalan berpikir secara
rasional atau penganalisisan dengan
menggunakan logika (logical validity). Kedua, validitas yang dilakukan dengan mendasarkan diri kepada
kenyataan empiris, di mana validitas dilaksanakan dengan menggunakan empirical
validity. Namun secara
metodologis, validitas dapat dibedakan dalam empat (4) macam, yaitu validitas isi, konstruk, konkuren, dan prediksi. Tetapi,
pada dasarnya keempat macam vadilitas ini merupakan
bagian dari validitas logis dan empiris.
3.
Ada tiga faktor yang
memengaruhi validitas hasil tes, yaitu faktor instrumen evaluasi, faktor
administrasi evaluasi dan penskoran, dan faktor dari jawaban peserta didik.
4.
Ada dua jenis korelasi yang biasa digunakan,
yakni korelasi momen produk (product
moment) atau metode Karl Pearson yang diberi notasi “r” dan korelasi tata
jenjang (rank correlation) atau
metode Spearman yang beri notasi “rho”.
DAFTAR
PUSTAKA
Anas
Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta:
Rajawali Press, 2015.
Azwar
Saifuddin, Sikap Manusia Teori dan
Pengukurannya, Liberty: Yogyakarta, 1988.
Henry Dinus
Hutabarat, Evaluasi Proses dan Pembelajaran
Fisika, Padangsidimpuan: UGN Press, 2010.
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar,
Bandung: Rosdakarya, 2017.
Suharsimi
Arikunto, Dasar Dasar Evaluasi Pendidikan,
Jakarta: Bumi Aksara, 2012.
Sumadi
Suryabrata, Pengembangan Alat Ukur
Psikologis, Yogyakarta: Andi,
2000.
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, dan
Prosedur, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2017.
[1] Zainal
Arifin, Evaluasi Pembelajaran: Prinsip,
Teknik, dan Prosedur, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2017), hlm. 246.
[2] Suharsimi Arikunto, Dasar Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hlm.
80.
[3] Azwar Saifuddin, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya,
(Liberty: Yogyakarta, 1988), hlm. 173.
[4] Henry Dinus
Hutabarat, Evaluasi Proses dan
Pembelajaran Fisika, (Padangsidimpuan: UGN Press, 2010), hlm. 17.
[5] Sumadi Suryabrata, Pengembangan Alat Ukur Psikologis, (Yogyakarta: Andi, 2000), hlm. 41.
[7] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:
Rajawali Press, 2015), hlm. 164.
[8] Zainal
Arifin, Evaluasi Pembelajaran, hlm.
249.
[9] Anas Sudijono, Pengantar
Evaluasi Pendidikan, hlm. 166-167.
[10] Nana Sudjana, Penilaian
Hasil Proses Belajar Mengajar, hlm. 15.
[11] Nana Sudjana, Penilaian
Hasil Proses Belajar Mengajar, hlm. 16.
[12]
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran,
hlm. 247-248.
[13] Nana Sudjana, Penilaian
Hasil Proses Belajar Mengajar, hlm. 144.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar