Minggu, 05 November 2017

MAKALAH VALIDITAS DALAM EVALUASI PEMBELAJARAN: KAJIAN TEORI

VALIDITAS DALAM EVALUASI PEMBELAJARAN


Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Pengembangan Evaluasi Pembelajaran PAI


Dosen Pengampu:
  Dosen I         : Dr. Suti’ah, M.Pd
  Dosen II        : Dr. Indah Aminatus Zuhriyah, M.Pd







Pemakalah:
MUHAMMAD FURQAN   (16771006)
NURHIKMAH                      (16771031)



PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2017



A.      Dasar Pemikiran
Analisis kualitas tes merupakan suatu tahap yang harus ditempuh untuk mengetahui derajat kualitas tes, baik tes secara keseluruhan maupun butir soal yang menjadi bagian dari tes tersebut. Dalam penilaian hasil belajar, tes diharapkan dapat menggambarkan sampel perilaku dan menghasilkan nilai yang objektif serta akurat. Jika tes yang digunakan guru kurang baik, maka hasil yang diperoleh pun tentunya kurang baik. Hal ini dapat merugikan peserta didik menjadi tidak objektif dan tidak adil. Oleh sebab itu, tes yang digunakan guru harus memiliki kualitas yang lebih baik dilihat dari berbagai segi. Tes hendaknya disusun sesuai dengan prinsip dan prosedur penyusunan tes. Setelah digunakan perlu diketahui apakah suatu tes tersebut berkualitas baik atau kurang baik. Untuk mengetahui apakah suatu tes yang digunakan termasuk baik atau kurang baik, maka perlu dilakukan analisis kualitas tes.
Analisis kualitas tes berkaitan dengan pertanyaan apakah tes sebagai suatu alat ukur benar-benar mengukur apa yang hendak dan seharusnya diukur? Sampai mana tes tersebut dapat diandalkan dan berguna? Kedua pertanyaan ini sebenarnya menunjuka pada dua hal pokok, yaitu validitas dan reabilitas. Kedua hal ini sekaligus merupakan karakteristik alat ukur yang baik. Para ahli banyak mengemukakan tentang karakteristik tersebut. R.L. Thorndike, dan H.P Hagen (1977) mengemukakan, “there are many specific considerations entering into the evaluation of a test, but we shall consider them… under three main headings. These are, respectively, validity, reability, dan practicality.” Ternyata pendapat ini jauh lebih luas dari apa yang dikemukan di atas. Namun dalam kesempatkan kali ini hanya akan dibatasi pada validitas saja.[1]
Dalam praktik evaluasi di sekolah, sering kali guru acuh tak acuh dengan kualitas tes. Artinya, pakah suatu tes termasuk baik atau tidak, guru tidak mau tahu, yang penting bagi guru adalah tersedianya perangkat tes untuk melaksanakan penilaian. Ada guru yang mengambil soal dari buku-buku pelajaran atau dari kumpulan soal. Padahal soal-soal tersebut belum diketahui tingkat kebaikannya. Dengan dasar ini, kami mencoba mengkaji sejauhmana validitas dalam evaluasi pendidikan itu.

B.       Hakikat Validitas
Validitas berasal dari kata “valid” yaitu secara etimologi diartikan sebagai tepat, benar, sahih, dan absah. Dengan kata lain, sebuah tes telah memiliki validitas, apabila tes tersebut dengan secara tepat, benar, sahih atau absah telah dapat mengungkap atau mengukur apa yang seharusnya diungkap atau diukur lewat tes tersebut.
Di dalam buku Encyclopedia of Educationan Evaluation yang ditulis oleh Scarvia B. Anderson, dkk disebutkan: “A test is valid if it measures what it porpuse to measure”. Atau jika diartikan, sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Dalam bahasa Indonesia “valid” disebut dengan istilah “shahih”.[2]
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat  tersebut  menjalankan  fungi  ukur  secara  tepat  atau   memberikan hasil ukur yang  sesuai  dengan  maksud  dilakukannya  pengukuran  tersebut.  Artinya hasil ukur dari pengukuran tersebut merupakan besaran yang mencerminkan secara tepat fakta atau keadaan sesungguhnya dari apa yang diukur.[3]
Validitas adalah kadar ketelitian tes untuk dapat memenuhi fungsinya dalam menggambarkan keadaan aspek yang diukur dengan tepat/teliti.[4] Suryabrata menyatakan bahwa validitas tes pada dasarnya menunjuk kepada derajat fungsi pengukurnya suatu tes, atau derajat kecermatan ukurnya sesuatu tes. Validitas suatu tes mempermasalahkan apakah tes tersebut benar-benar mengukur apa yang hendak diukur. Maksudnya adalah seberapa jauh suatu tes mampu mengungkapkan dengan tepat ciri atau keadaan yang sesungguhnya dari obyek ukur, akan tergantung dari tingkat validitas tes yang bersangkutan.[5]
Sudjana menyatakan bahwa validitas berkenaan dengan ketepatan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai.[6] Validitas instrumen evaluasi, tidak lain adalah derajat yang menunjukkan di mana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur atau derajat ketepatan atau tingkat kesahihan. Validitas instrumen mempunyai beberapa makna penting, diantaranya sebagai berikut:
1.    Validitas berhubungan dengan ketepatan interpretasi hasil tes atau instrumen evaluasi untuk grup individual dan bukan instrumen itu sendiri.
2.    Validitas diartikan sebagai derajat yang menunjukkan kategori yang bisa mencakup kategori rendah, sedang, dan tinggi.
3.    Prinsip suatu tes valid, tidak universal. Validitas suatu tes yang perlu diperhatikan bahwa instrumen valid untuk satu tujuan saja. Tes valid untuk bidang studi pendidikan agama Islam, tidak cocok untuk digunakan di biologi.
Suatu tes yang valid untuk tujuan tertentu atau pengambilan keputusan tertentu, mungkin tidak valid untuk tujuan atau pengambilan keputusan lain. Jadi validitas suatu tes, harus selalu dikaitkan dengan tujuan atau pengambilan keputusan tertentu. Tes masuk di SMA misalnya harus selalu dikaitkan dengan seberapa jauh tes masuk tersebut dapat mencerminkan prestasi atau hasil belajar para calon peserta didik baru setelah belajar nanti.
C.      Pendekatan Validitas Tes
Validitas terhadap tes hasil belajar sebagai suatu totalitas dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, validitas yang dilakukan dengan jalan berpikir secara rasional atau penganalisisan dengan menggunakan logika (logical validity). Kedua, validitas yang dilakukan dengan mendasarkan diri kepada kenyataan empiris, di mana validitas dilaksanakan dengan menggunakan empirical validity. Namun secara metodologis, validitas dapat dibedakan dalam empat (4) macam, yaitu validitas isi, konstruk, konkuren, dan prediksi. Tetapi, pada dasarnya keempat macam vadilitas ini merupakan bagian dari validitas logis dan empiris.
1.    Validitas Logis
Tes hasil belajar yang setelah dilakukan penganalisasian secara rasional ternyata memiliki daya ketepatan mengukur, disebut tes hasil belajar yang telah memiliki validitas logika (logical validity). Istilah lain untuk validitas logika adalah: validitas rasional, validitas ideal atau validitas das sollen.
Validitas rasional adalah validitas yang diperoleh atas dasar hasil pemikiran, validitas yang diperoleh dengan berpikir secara logis. Dengan demikian, maka suatu tes hasil belajar dapat dikatakan telah memiliki validitas rasional apabila setalah dilakukan penganalisisan secara rasional ternyata bahwa tes hadil belajar itu memang (secara rasional) dengan tepat telah dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Untuk dapat menentukan apakah tes hasil belajar sudah memiliki validitas rasional ataukah belum, dapat dilakukan penelusuran dari dua segi, yaitu dari segi isinya (content) dan dari segi susunan atau kontruksinya (construct).[7]

a.    Validitas Isi (Content Validity)
Validitas isi sering digunakan dalam penilaian hasil belajar. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui sejauh mana peserta didik menguasai materi pelajaran yang telah disampaikan, dan perubahan-perubahan psikologis apa yang timbul pada peserta didik tersebut setelah mengalami proses pembelajaran tertentu. Jika dilihat dari segi kegunaannya dalam penilaian hasil belajar, validitas isi ini sering disebut juga validitas kurikuler dan validitas rumusan.
Validitas kurikuler berkenaan dengan pernyataan apakah materi tes relevan dengan kurikulum yang sudah ditentukan. Pertanyaan ini timbul karena sering terjadi materi tes tidak mencakup keseluruhan aspek yang akan diukur, baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik, tetapi hanya pengetahuan yang bersifat fakta-fakta pelajaran tertentu. Diharapkan dengan validitas kurikuler ini timbul ketelitian yang jelas dan totalitas dengan menjelajahi semua aspek yang tercakup dalam kisi-kisi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang bersangkutan. Validitas kurikuler ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain mencocokkan materi tes dengan silabus dan kisi-kisi, melakukan diskusi dengan sesama pendidik, atau mencermati kembali substansi dari konsep yang akan diukur.
Validitas perumusan berkenaan dengan pertanyaan apakah aspek-aspek dalam soal-soal itu betul-betul tercakup dalam perumusan tentang apa yang hendak diukur. Di samping itu, validitas isi dapat juga disebut validitas rasional atau validitas logis. Sebagaimana dikemukakan oleh R.L. Thorndike dan H.P. Hagen (1977) bahwa “scientific analysis is essentially a rational and judgmental one, this is sometimes spoken of as rational or logical validity”. Pernyataan ini memang ada benarnya, karena pengujian validitas harus dilakukan secara rasional dan logis sehingga suatu tes hasil belajar dapat memiliki validitas yang sempurna.[8]
b.    Validitas Konstruksi (Construct Validity)
Secara etimologis, kata “konstruksi” mengandung arti susunan, kerangka atau rekaan. Kalimat seperti “gedung bertingkat itu menggunakan konstruksi beton bertulang” misalnya, mengandung arti bahwa batang tubuh dari bangunan berupa gedung bertingkat itu “tersusun” dan bahan-bahan beton bertulang, atau “kerangka utamanya” adalah beton bertulang, atau dirancang dengan “rekaan” beton bertulang. Dengan demikian, validitas konstruksi dapat diartikan sebagai validitas yang ditilik dari segi susunan, kerangka atau rekaannya.
Adapun secara terminologis, suatu tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai tes yang telah memiliki validitas konstruksi, apabila tes hasil belajar tersebut -ditinjau dan segi susunan, kerangka atau rekaannya- telah dapat dengan secara tepat mencerminkan suatu konstruksi dalam teori psikologis. Tentang istilah “konstruksi dalam psikologis” ini perlu dijelaskan, bahwa para ahli di bidang psikologis mengemukakan teori yang menyatakan bahwa jiwa dari seorang peserta didik itu dapat “dirinci” ke dalam beberapa aspek atau ranah tertentu. Benjamin S. Bloom misalnya merincinya dalam tiga aspek kejiwaan yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotorik.
Validitas konstruksi dari suatu tes hasil belajar dapat dilakukan penganalisisannya dengan jalan melakukan pencocokan antara aspek-aspek berpikir yang terkandung dalam tes hasil belajar tersebut, dengan aspek-aspek berpikir yang dikehendaki untuk diungkap oleh tujuan instruksional khusus. Dengan demikian -seperti halnya pada penganalisisan validitas isi- kegiatan menganalisis validitas konstruksi ini dilakukan secara rasional, dengan berpikir kritis atau menggunakan logika. Jika secara logis atau secara rasional hasil penganalisisan itu menunjukkan bahwa aspek-aspek berpikir yang diungkap melalui butir-butir soal tes hasil belajar itu sudah dengan secara tepat mencerminkan aspek-aspek berpikir yang oleh tujuan instruksional khusus diperintahkan untuk diungkap, maka tes hasil belajar tersebut dapat dinyatakan sebagai tes hasil belajar yang valid dari segi susunannya atau telah memiliki validitas konstruksi.
Seperti halnya pada penganalisisan validitas isi, maka penganalisisan validitas konstruksi juga dapat dilakukan dengan jalan menyelenggarakan diskusi panel. Pengujian validitas konstruksi tes ini pun dapat dilakukan baik sesudah maupun sebelum tes hasil belajar tersebut dilaksanakan.[9]
2.    Validitas Empirik
Dimaksud dengan validitas empiric adalah ketepatan mengukur yang didasarkan pada hasil analisis yang bersifat empirik. Dengan kata lain, validitas empirik adalah validitas yang bersumber pada atau diperoleh atas dasar pengamatan di lapangan. Bertitik tolak dari itu, maka tes hasil belajar dapat dikatakan telah memiliki validitas empiric apabila berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap data hasil pengamatan di lapangan, terbukti bahwa tes hasil belajar itu dengan secara tepat telah dapat mengukur hasil belajar yang seharusnya diungkap atau diukur lewat tes hasil belajar tersebut.
Untuk dapat menentukan apakah tes hasil belajar sudah memiliki validitas empirik ataukah belum, dapat dilakukan penelurusan dari dua segi, yaitu dari segi daya ketepatan meramalnya (predictive validity) dan saya ketepatan bandingannya (concurrent validity).

a.    Validitas Prediksi/Ramalan (Predictive Validity)
Dalam validitas ini yang diutamakan bukan isi tes, melainkan kriterinya, apakah alat penilaian tersebut dapat digunakan untuk meramalkan suatu ciri, perilaku tertentu, atau kriteria tertentu yang diinginkan. Misalnya alat penilaian motivasi belajar, apakah dapat digunakan untuk meramal prestasi belajar yang dicapai. Artinya, terdapat hubungan yang positif antara motivasi dengan prestasi. Dengan kata lain, validitas ini mengandung ciri adanya relevansi dan keajegan atau ketetapan (reliability). Motivasi dapat digunakan untuk meramal prestasi bila skor-skor yang diperoleh dari ukuran motivasi berkorelasi positif dengan skor prestasi.
Validitas ramalan ini mengandung dua makna: yang pertama validitas jangka pendek, dan yang kedua validitas jangka panjang. Validitas jangka pendek berarti daya ramal alat penilaian tersebut hanya untuk masa yang tidak lama. Artinya, skor tersebut berkorelasi pada waktu yang sama. Misalnya ketetapan (reliability) terjadi pada semester dua, artinya daya ramal berlaku pada semester dua, dan belum tentu terjadi pada semester berikutnya. Sedangkan validitas jangka panjang, mengandung makna skor tersebut akan berkorelasi juga di kemudian hari.
Mengingat validitas ini lebih menekankan adanya korelasi, maka faktor yang berkenaan dengan persyaratan terjadinya korelasi harus dipenuhi. Faktor tesebut antara lain adalah hubungan dari konsep dan variabel dapat dijelaskan berdasarkan pengetahuan ilmiah, minimal masuk akal sehat dan tidak mengada-ada. Faktor lain adalah skor yang dikorelasikan memenuhi linieritas. Ketiga validitas yang dijelaskan di atas idealnya dapat digunakan dalam menyusun alat penilaian, minimal validitas isi dan validitas konstruksi. Validitas isi dan validitas konstruksi mutlak diperlukan dan bisa diupayakan tanpa melakukan pengujian secara statistik.[10]
b.   Validitas Konkuren/Kesamaan (Concurrent Validity)
Validitas kesamaan suatu tes artinya membuat tes yang memiliki persamaan dengan tes sejenis yang telah ada atau yang telah dibakukan. Kesamaan tes terlingkupnya abilitas yang diukurnya, sasaran atau objek yang diukurnya, serta waktu yang diperlukan. Validitas kesamaan suatu tes adalah melalui indeks korelasi berdasarkan perhitungan korelasi. Apabila menunjukkan indeks korelasi yang cukup tinggi, yakni mendekati angka 1 (korelasi sempurna), berarti tes yang disusun tersebut memiliki validitas kesamaan.
Untuk mudahnya kita bisa mengasumsikan soal-soal Ebta atau Ebtanas dalam bidang studi tertentu sebagai tes baku sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusunan bidang studi yang sejenis. Dengan demikian guru dapat membuat tes bidang studi tersebut yang memiliki kesamaan dengan tes Ebta bidang studi yang sama melalui uji korelasi. Di lain pihak sekolah atau guru dapat juga membuat tes baku dalam bidang-bidang studi tertentu. Melalui beberapa kali uji coba kemudian hasilnya dianalisis tingkat kesukaran dan daya pembedanya di samping diuji validitas dan reliabilitasnya. Berdasarkan uji coba tersebut item tes diperbaiki dan disempurnakan sehingga menghasilkan tes yang mendekati kebakuan. Tes ini nantinya dapat digunakan sebagai acuan bagi penyusunan tes sejenis melalui uji validitas kesamaan.
Tes baku untuk bidang studi yang ada di sekolah memang sangat langka. Kelangkaan ini disebabkan oleh sulitnya membuat tes baku di samping memerlukan biaya yang mahal. Soal-soal yang dibuat untuk keperluan Ebtanas merupakan satu-satunya tes yang dianggap baku. Oleh sebab itu, membuat tes bidang studi yang diacukan kepada soal-soal Ebtanas melalui validitas kesamaan merupakan salah satu upaya dalam menyediakan soal-soal bidang studi yang memadai. Melalui upaya ini sekolah dapat memiliki soal-soal bidang studi untuk keperluan atau pun keperluan lainnya.[11]
D.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Validitas
Ada dua unsur penting dalam validitas ini. Pertama, validitas menunjukkan suatu derajat, ada yang sempurna, ada yang sedang, dan ada pula yang rendah. Kedua, validitas selalu dihubungkan dengan suatu putusan atau tujuan yang spesifik. Sebagaimana pendapat R.L. Thorndike dan H.P. Hagen (1977) bahwa “validity is always in relation to a specific decision or use”. Sementara itu, Gronlund (1985) mengemukan ada tiga faktor yang memengaruhi validitas hasil tes, yaitu “faktor instrumen evaluasi, faktor administrasi evaluasi dan penskoran, dan faktor dari jawaban peserta didik”.
1.    Faktor instrumen evaluasi
Mengembangkan instrumen evaluasi memang tidaklah mudah, apalagi jika seorang evaluator tidak atau kurang memahami prosedur dan teknik evaluasi itu sendiri. Jika instrumen evaluasi kurang baik, maka dapat berakibat hasil evaluasi menjadi kurang baik. Untuk itu, dalam mengembangkan instrumen evaluasi, seorang evaluator harus memperhatikan hal-hal yang memengaruhi validitas instrumen dan berkaitan dengan prosedur penyusunan instrumen, seperti silabus, kisi-kisi soal, petunjuk mengerjakan soal dan pengisian lembar jawaban, kunci jawaban, penggunaan kalimat efektif, alternatif jawaban, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan sebagainya.
2.    Faktor administrasi evaluasi dan penskoran
Dalam administrasi evaluasi dan penskoran, banyak sekali terjadi penyimpangan atau kekeliruan, seperti alokasi waktu untuk pengerjaan soal yang tidak proporsional, memberikan bantuan kepada peserta didik dengan berbagai cara, peserta didik saling menyontek ketika ujian, kesalahan penskoran, termasuk kondisi fisik dan psikis peserta didik yang kurang menguntungkan.
3.    Faktor jawaban dari peserta didik
Dalam praktiknya, faktor jawaban peserta didik justru lebih banyak berpengaruh daripada dua faktor sebelumnya. Faktor ini meliputi kecenderungan peserta didik untuk menjawab secara cepat, tetapi tidak tepat, keinginan melakukan coba-coba, dan penggunaan gaya bahasa tertentu dalam menjawab soal bentuk uraian.[12]
E.       Cara Menganalisis Validitas Tes
Dalam pembahasan sebelumnya telah dibahas mengenai validitas suatu tes. Validitas tes dibedakan antara lain validitas isi, konstruk, konkuren, dan prediksi. Dua validitas yang disebut pertama, yakni validitas isi dan konstruk dapat dibuat melalui upaya penyusunan tes tanpa harus dilakukan pengujian statistika. Sedangkan untuk validitas konkuren dan prediksi dilakukan pengujian statistika melalui uji korelasi.
Validitas prediksi pada hakikatnya ingin melihat apakah tes sebagai alat penilaian dapat digunakan untuk memprediksikan suatu ciri atau perilaku tertentu. Umpamanya apakah tes prestasi belajar tertentu dapat digunakan untuk meramalkan keterampilan tertentu jika misalnya terdapat korelasi positif yang berarti di antara hasil tes prestasi belajar dengan keterampilan memecahkan masalah. Sedangkan validitas konkuren dilakukan dengan mengorelasikan tes yang dibuat oleh guru dengan tes yang sudah baku dalam bidang studi yang sama dan untuk tingkat yang sama pula. Dengan demikian, kedua validitas ini dihadapkan pada pengujian statistika yakni korelasi.
Ada dua jenis korelasi yang biasa digunakan, yakni korelasi momen produk (product moment) atau metode Karl Pearson yang diberi notasi “r” dan korelasi tata jenjang (rank correlation) atau metode Spearman yang beri notasi “rho”. [13] Untuk lebih jelasnya penulis telah melampirkan berupa contoh dan cara menganalisis validitas di dalam makalah ini.
F.       Penutup
1.    Validitas instrumen evaluasi, tidak lain adalah derajat yang menunjukkan dimana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur atau derajat ketepatan atau tingkat kesahihan.
2.    Validitas terhadap tes hasil belajar sebagai suatu totalitas dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, validitas yang dilakukan dengan jalan berpikir secara rasional atau penganalisisan dengan menggunakan logika (logical validity). Kedua, validitas yang dilakukan dengan mendasarkan diri kepada kenyataan empiris, di mana validitas dilaksanakan dengan menggunakan empirical validity. Namun secara metodologis, validitas dapat dibedakan dalam empat (4) macam, yaitu validitas isi, konstruk, konkuren, dan prediksi. Tetapi, pada dasarnya keempat macam vadilitas ini merupakan bagian dari validitas logis dan empiris.
3.    Ada tiga faktor yang memengaruhi validitas hasil tes, yaitu faktor instrumen evaluasi, faktor administrasi evaluasi dan penskoran, dan faktor dari jawaban peserta didik.
4.    Ada dua jenis korelasi yang biasa digunakan, yakni korelasi momen produk (product moment) atau metode Karl Pearson yang diberi notasi “r” dan korelasi tata jenjang (rank correlation) atau metode Spearman yang beri notasi “rho”.



DAFTAR PUSTAKA



Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Press, 2015.

Azwar Saifuddin, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Liberty: Yogyakarta, 1988.

Henry Dinus Hutabarat, Evaluasi Proses dan Pembelajaran Fisika, Padangsidimpuan: UGN Press, 2010.

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Rosdakarya, 2017.

Suharsimi Arikunto, Dasar Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2012.

Sumadi Suryabrata, Pengembangan Alat Ukur Psikologis, Yogyakarta: Andi, 2000.

Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, dan Prosedur, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2017.




[1] Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, dan Prosedur, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2017), hlm. 246.
[2] Suharsimi Arikunto, Dasar Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hlm. 80.
[3] Azwar Saifuddin, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, (Liberty: Yogyakarta, 1988), hlm. 173.
[4] Henry Dinus Hutabarat, Evaluasi Proses dan Pembelajaran Fisika, (Padangsidimpuan: UGN Press, 2010), hlm. 17.
[5] Sumadi Suryabrata, Pengembangan Alat Ukur Psikologis, (Yogyakarta: Andi, 2000), hlm. 41.
[6] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Rosdakarya, 2017), hlm. 12.
[7] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Press, 2015), hlm. 164.
[8] Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, hlm. 249.
[9] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, hlm. 166-167.
[10] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, hlm. 15.
[11] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, hlm. 16.
[12] Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, hlm. 247-248.
[13] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, hlm. 144.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar