Senin, 06 November 2017

MAKALAH ISLAM DI ANDALUSIA: PERKEMBANGAN DAN KEMAJUAN INTELEKTUAL

ISLAM DI ANDALUSIA: PERKEMBANGAN DAN KEMAJUAN INTELEKTUAL


Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Studi Peradaban Islam


Dosen Pengampu:
Dr. M. Hadi Masruri, M.A




Pemakalah:
ARIF SETIAWAN
(16771025)



PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2017


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Sejarah telah menuliskan, bahwa pada masa yang silam kemajuan peradaban manusia terjadi pada masa kekuasaan Islam di hampir semua belahan dunia. Disaat di Eropa sedang berada dalam masa kegelapan (the darkness), di dunia Islam sendiri sedang berada dalam masa kejayaan. Baghdad dan Cordova merupakan salah satu bukti betapa tinggi dan majunya peradaban Islam pada masa itu. Pada masa kekuasaan Khalifah Bani Umayyah al Muntashir di Andaluisa, selain istana-istana yang megah, jalan-jalan sudah diperkeras dan diberi penerangan pada malam hari, padahal pada saat itu di London hampir tidak ada satupun lentera yang menerangi jalan, dan di Paris di musim hujan lumpur bisa mencapai mata kaki.
Dari sisi ilmu pengetahuan, tidak hanya dari kalangan muslim sendiri, orang-orang barat pun telah mengakui, bahwa sebagian besar dasar-dasar ilmu pengetahuan di lahirkan oleh para ilmuwan muslim. Begitu pula dengan masa kebangkitan Eropa yang tidak lepas dari pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam, dimana para pelajar-pelajar dari Eropa telah dikirim ke Baghdad dan Cordova untuk menggali ilmu pengetahuan di sana. Di bidang-bidang ilmu keIslaman, perkembangan sastra dan bahasa Arab secara meluas terjadi pada masa Umayyah. Selain itu lahir pula ulama-ulama besar.
Oleh karena itu, meneliti kembali sejarah Bani Umayyah menjadi penting adanya, sebab peradaban masa kini merupakan bagian dari rantai sejarah yang tidak putus dan dengan meneliti dan memahami sejarah peradaban Islam pada masa Bani Umayyah II di Andalusia kita akan dapat memetakan rentetan sejarah peradaban Islam yang merupakan bagian dari rantai evolusi hingga masa kini.



B.     Rumusan Masalah

              1.      Bagaimana Islam masuk ke Spanyol?
              2.      Bagaimana perkembangan Intelektual Islam di Spanyol?
              3.      Mengapa ada kemajuan Intelektual di Spanyol?

C.    Tujuan Penulisan

             1.      Menjelaskan Islam masuk ke Spanyol?
             2.      Menjelaskan perkembangan Islam di Spanyol?
             3.      Menyebutkan kemajuan Intelektual di Spanyol?



BAB II

PEMBAHASAN

A.    Masuknya Islam ke Spanyol

Spanyol atau Andalusia di kuasai oleh umat Islam periode Ummayah pada zaman Khalifah Al-Walid (705-715 M) salah seorang khalifah Daulah Umayyah yang berpusat di Damaskus.[1]Penaklukan ke wilayah ini dipimpin olehThariq bin Ziyad pada tahun 710 M. Sejak pertama kali berkembangnya kekuasaan dan kepemimpinan Islam di Spanyol, tampaknya telah memainkan peranan yang sangat besar dalam membangun citra budaya dan peradaban kemanusiaan di wilayah ini. Masa ini berlangsung selama hampir delapan abad (711 – 1492 M).[2]
Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayah, Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah ‘Abdul Malik bin Marwan (685-705 M). Khalifah ‘Abdul Malik mengangkat Hasan bin Nu’man al-Ghassanimenjadi gubernur di daerah itu. Pada masa Khalifah al-Walid, Hasan bin Nu’man sudah digantikan oleh Musa bin Nushair. Di zaman al-Walid itu, Musa bin Nushair memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko.
Selain itu, ia juga menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan, sehingga mereka menyatakan setia dan berjanji tidak akan membuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu dari pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu propinsi dari Khilafah Bani Umayah memakan waktu selama 53 tahun, yaitu mulai tahun 30 H (masa pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan sampai tahun 83 H (masa al-Walid). Sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, di kawasan ini terdapat kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan kerajaan Romawi, yaitu kerajaan Gothik. Kerajaan ini sering menghasut penduduk agar membuat kerusuhan dan menentang kekuasaan Islam. Setelah kawasan ini betul-betul dapat dikuasai, umat Islam mulai memusatkan perhatiannya untuk menaklukkan Spanyol. Dengan demikian, Afrika Utara menjadi batu loncatan bagi kaum muslimin dalam penaklukan wilayah Spanyol.[3]
Sebelum umat Islam menguasai Andalusia wilayah yang terletak disekitar semenanjung Iberia dan membelah Benua Eropa dengan Afrika ini dikenal dengan berbagai nama. Sebelum abad ke 5 M, wilayah ini disebut dengan Iberia (atau Les Iberes), yang diambil dari nama Bangsa Iberia (penduduk tertua diwilayah tersebut). Ketika berada dibawah kekuasan Romawi, wilayah ini dikenal dengan nama Asbania. Pada abad ke 5 M, Andalusia dikuasai olah Bangsa Vandal yang berasal dari wilayah ini sejak itu wilayah ini disebut Vandalusia yang oleh umat Islam akhirnya disebut “Andalusia“. Setelah itu datanglah bangsa Gothia ke Andalusia memerangi bangsa Vandal dan menguasai Andalusia. Pada Awalnya bangsa Gothia ini kuat sekali tapi kemudian banyak perpecahan dan menyebabkan kemunduran kerajaan itu.[4]
Kemudian setelah Raja Witiza dari Gothia meninggal digantikan oleh Roderick. Peristiwa ini menyebabkan putera-putera Raja Witiza sangat marah dan mereka mengadakan perjanjian persekutuan dengan kaum muslimin. Begitu pula telah terjadi perselisihan antara Graff Yulian yang memegang pemerintah. Perselisihan ini kabarnya karena Roderick mencemarkan kehormatan puteri dari Yulian. Karena itu Yulian ingin membalas dendam untuk membela kehormatan dan nama baiknya. Ia berusaha mendorong kaum Muslimin supaya menyerbu ke Spanyol. Tentunya ini merupakan kesempatan yang baik bagi kaum muslim.Kaum yang memusuhi Roderick itu akhirnya meminta GraffYulian bekerja sama dengan Musa bin Nushair yang menjabat sebagai gubernur di Afrika Utara di bawah pemerintahan Bani Umayyah di Damaskus.[5]
Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan pasukan ke wilayah tersebut. Mereka adalah Tharif bin Malik, Thariq bin Ziyad, dan Musa bin Nushair.[6]Musa kemudian meminta izin pada Khalifah Walid bin Abdul Malik yang berkedudukan di Damaskus, dan segera dikirimlah pasukan sebanyak 500 orang dibawah pimpinan Tharif bin Malik untuk menyerbu Spanyol. Setelah kemenangan pasukan ini, Musa mengirimkan pasukan gerak cepat di bawah komando Thariq bin Ziyad, kemudian Thariq bin Ziyad berangkat untuk memimpin 7000 orang tentara yang terdiri dari bangsa Barbar. Mereka menyeberangi selat itu dengan kapal-kapal yang disediakan oleh Yulian, yang dulunya pernah pula menyediakan kapal-kapal untuk Tharif dan pasukannya. Ini terjadi pada bulan Rajab atau Sya’ban tahun 92 H.[7]
Sejarah mencatat bahwa panglima Thariq setelah seluruh pasukan selesai mendarat di wilayah tersebut, ia membakar seluruh alat penyeberangan. Ia pun mengucapkan pidato singkat yang bersejarah: Al-‘aduwwu amaamakum wal bahru wara’akum fakhtar ayyuma syi’tum (Musuh di depanmu, lautan di belakangmu, silahkan pilih mana yang kamu kehendaki).[8]Thariq beserta pasukannya kemudian mendarat dan menempati suatu gunung yang sampai kini masih dikenal dengan namanya sendiri, yaitu “Jabal Thariq” (Gibraltar). Disanalah Thariq mempersiapkan satuan-satuannya untuk menyerbu semenanjung yang luas dan makmur itu.
Thariq ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol, karena pasukannya lebih besar dari hasilnya lebih nyata. Dengan dikuasainya daerah ini, maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam Pertempuran di suatu tempat bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ Thariq dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting, seperti Cordova, Granada, dan Toledo (Ibu kota kerajaan Goth saat itu).[9] Sebelum Thariq menaklukkan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair di Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5.000 personel, sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini belum sebanding dengan pasukan Ghotik yang jauh lebih besar, 100.000 orang.[10]
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa ibn Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar, ia berangkat menyeberangi selat itu dan satu persatu kota yang dilewatinya dapat ditaklukkannya. Setelah Musa berhasil menaklukan Sidonia, Karmona, Seville dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothic, Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa sampai Navare.[11]

B.     Faktor-Faktor yang Menyebabkan Islam Mudah Masuk Spanyol

Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal yang menguntungkan.[12]
Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam negeri Spanyol sendiri. Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliranMonofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa, dan dibunuh secara brutal.[13]
Rakyat dibagi-bagi ke dalam sistem kelas, sehingga keadaannya diliputi oleh kemelaratan, ketertindasan, dan ketiadaan persamaan hak. Di dalam situasi seperti itu, kaum tertindas menanti kedatangan juru pembebas, dan juru pembebasnya mereka temukan dari orang Islam. Berkenaan dengan itu Amerali, seperti dikutip oleh Imamuddin mengatakan, ketika Afrika (Timur dan Barat) menikmati kenyamanan dalam segi material, kebersamaan, keadilan, dan kesejahteraan, tetangganya di jazirah Spanyol berada dalam keadaan menyedihkan di bawah kekuasaan tangan besi penguasa Visighotic. Di sisi lain, kerajaan berada dalam kemelut yang membawa akibat pada penderitaan masyarakat. Akibat perlakuan yang keji, koloni-koloni Yahudi yang penting menjadi tempat-tempat perlawanan dan pemberontakkan. Perpecahan dalam negeri Spanyol ini banyak membantu keberhasilan campur tangan Islam di tahun 711 M. Perpecahan itu amat banyak coraknya, dan sudah ada jauh sebelum kerajaan Gothic berdiri.[14]
Perpecahan politik memperburuk keadaan ekonomi masyarakat. Ketika Islam masuk ke Spanyol, ekonomi masyarakat dalam keadaan lumpuh. Padahal, sewaktu Spanyol masih berada di bawah pemerintahan Romawi (Byzantine), berkat kesuburan tanahnya, pertanian maju pesat. Demikian juga pertambangan, industri dan perdagangan karena didukung oleh sarana transportasi yang baik. Akan tetapi, setelah Spanyol berada di bawah kekuasaan kerajaan Goth, perekonomian lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun. Hektaran tanah dibiarkan terlantar tanpa digarap, beberapa pabrik ditutup, dan antara satu daerah dan daerah lain sulit dilalui akibat jalan-jalan tidak mendapat perawatan.
Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderick, Raja Goth terakhir yang dikalahkan Islam. Awal kehancuran kerajaan Ghoth adalah ketika Raja Roderick memindahkan ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara Witiza, yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. Keadaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak dan anak Witiza. Keduanya kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderick. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum muslimin. Sementara itu terjadi pula konflik antara Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum Muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai Spanyol, Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Tariq dan Musa.[15]
Hal menguntungkan tentara Islam lainnya adalah bahwa tentara Roderick yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang Selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin.[16]
Adapun yang dimaksud dengan faktor internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh pejuang dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu, dan penuh percaya diri. Mereka pun cakap, berani, dan tabah dalam menghadapi setiap persoalan. Yang tak kalah pentingnya adalah ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.[17]
Kemudian pada tahun 750 M, pemerintahan Umayyah di Damaskus runtuh dan berdirilah sebuah dinasti baru yang memiliki cara-cara yang berbeda dalam menjalankan pemerintahannya yaitu Dinasti Abbasiyah. Pada masa pemerintahan Khalifah pertama, Abul Abbas Ash Shafah, ia melakukan revolusi besar-besaran terhadap orang yang mendukung Umayyah dan ia juga membunuh habis semua keturunan Umayyah. Namun ketika itu ada yang berhasil melarikan diri. Dia adalah Abdurrahman Ad-Dakhil, yang saat itu berusia sekitar akhir belasan tahun atau awal dua puluh tahun. Dia melarikan diri ke arah Barat menuju suatu tempat yang merupakan ujung perbatasan wilayah Islam.[18]
Cerita tentang keberhasilannya lolos dari kerajaan Abbasiyah karena dia menyamar. Selama lima tahun dia melarikan diri ke Palestin, Mesir, Afrika, sampai akhirnya tibalah dia di Ceuta. Disana dia diberi perlindungan oleh seorang Barber, keluarga pamannya dari pihak ibu. Kemudian dia menyuruh pelayannya, Badar untuk berunding dengan orang-orang Siria di Spanyol tentang rencana kedatangannya ke Spanyol. Setelah yakin kalau dia akan diterima disana oleh mereka, pada tahun 755 M, dia pergi ke Spanyol dan memperoleh sambutan hangat dari mereka.Pribadi yang menarik dari seorang Petualang muda ini serta nama besar keluarganya, membuat dia memperoleh dukungan rakyat. Gubernur Abbasiyah yang lemah memeranginya di Masarah. Pertempuran Masarah itu merupakan pertempuran yang menentukan. Yusuf gubernur Abbasiyah untuk Spanyol, dikalahkan karena Khalifah Manshur tidak dapat mengirimkan bantuan pada waktunya. Abdurrahman menjadi penguasa Spanyol dan menempatkan dirinya di Singgasana Spanyol sebagai seorang amir yang merdeka (756 M). Maka di dalam masa enam tahun sejak kejatuhan pemerintahan Umayyah, suatu dinasti Umayyah yang baru didirikan di Spanyol.[19]

C.    Kemajuan Intelektual Islam di Spanyol

Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya sampai ke Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih kompleks. Diantara kemajuan tersebut diantaranya:[20]
Spanyol adalah Negeri yang subur. Kesuburan itu mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi dan pada gilirannya banyak menghasilkan pemikir. Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan), al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan Kebangkitan Ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.[21]

              1.      Pada masa Daulat Ummayah
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad bin Abdurrahman (832-886 M). Atas inisiatif al-Hakam (961-976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur dalam jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin dinasti Bani Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya.

      2.      Pada Masa Dinasti Murabithun Dan Muwahhidun (1056 - 1226 M)
Di bidang ilmu pengetahuan muncullah Imam Al-Ghazali [22]seorang ulama besar dengan berbagai karya di bidang fiqh hingga tasawuf. Beberapa karya Al-Ghazali bahkan hingga kini manjdi rujukan utama para ulama modern hingga di Indonesia. Pemikiran filsafat pada masa Murabithun juga berkembang cukup pesat pada masa kepemimpinan Yusuf bin Tasyfin. Al-Ghazali sebelum menjadi seorang fuqaha, juga di kenal sebagai seorang filosof. Dua karya Al-Ghazali yang terkenal adalah Tahafut al-Falasifah danMunqidz min al-Adhlalal, atau kitab Fash al-Maqal yang membahas tentang kesesuaian akal dan wahyu atau filsafat dan agama. Dalam bidang Fiqh dan Kalam,di antara karya-karya Al-Ghazali adalah Al-Wajiz, Al-Wasith, Al-Basith, dan AlMusthafa, keempat tersebut dalam bidang Fiqh dan Ushul Fiqh. Dalam bidang kalam terdapat Al-Iqtisad fi al-I’tidal, dalam bidang mantiq (logika) Mi’yarul Ilm. Dalam masa akhir hidupnya Al-Ghazalimasih sempat menulis beberapa karya yang cenderung sufistik, di antaranya Ihya’Ulumuddin, Kimiya’ al-Sa’adah, misykat al-Anwar, dan Al-Munqidz min al-Dhalal.[23]
Pengembangan di bidang ilmu pengetahuan dan Filsafat banyak terjadi pada saat kekuasaan Muwahiddun mulai menguasai daratan Andalusia (Spanyol). Persinggungan dengan budaya kosmopolit (urban) yang ada di Spanyol membuat para ilmuwan Maroko mulai mempelajari filsafat. Buku Filsafat Yunani,khususnya karangan Ariestoteles, banyak diterjemahkan ulang dan di ringkas sehingga mudah dipahami oleh umat Islam. Abu Yusuf Al-Manshur mencabut larangan mempelajari Filsafat yang pernah diberlakukan pada masa pemerirahan Al-Murabithun. Al-Manshur bahkan meminta Abu Al Walid Ibnu Rusyd atau lebih dikelan dengan Ibnu Rusdy untuk meringkas buku-buku filsafat Ariestoteles dan memberinya komentar.[24]
Tidak mengherankan jika Ibnu Rusyd terkenal sebagai filosof. Ciri pemikiran filsafat Ibnu Rusyd adalah perhatiannya terhadap keserasian antara filsafat dan agama. Ibnu Rusyd Juga terkenal sebagai faqih (ahli hukum Islam), salah satu karyanya yang di baca umat Islam hingga kini adalah Bidayatul Mujahid wa Nihayatul Muqtasid. Ibnu Rusyd pernah di angkat sebagai qadhi (hakim).Selian Ibnu Rusyd banyak para ilmuan yang muncul pada masa DinastiMuwahhidun, seperti Ibrahim bin Malik bin Mulkun, seorang pakar Al-Qur’an dan ilmu Nahwu. Al-Hafidz Abu Bakar bin Al-Jad, seorang ahli Fiqh. Ibnu Al-Zuhr, seorang ahli kedokteran. Ibnu Thufail dan Ibnu Rusyd, dua orang faqih dan filosof yang sangat terkenal.[25] Dinasti Murabithun juga pernah memerintahkan para pakar Ilmuan Andalusia untuk menerjemah beberapa karya Filsafat ke dalam bahasa Arab. Bahkan para elit politik Dinasti Murabithun kemudian banyak yang menjadi ahli dalam bahasa Spanyol serta banyak menguasai Filsafat dan Arsitektur.[26]

      3.      Pada Masa Bani Ahmar
Kemajuan dalam bidang sastra dan keilmuan nampak menonjol pada pemerintahan Muhammad IV. Pada masa ini lahirlah sastrawam dan cendekiawan semisal Abu Hayyan (1257-1344) serta Lisan ad-Din ibn al Katib (1313-1374) yang menulis beberapa karangan, terutama Raqm al-Hulal fi-Nizam ad-Duwal. [27]Pada masa ini pula, Ibnu Khaldun menjadi diplomat Muhammad IV dan Lisan ad-Din ibn al Katib menjadi wazirnya, masa ini Granada mencetak salah satu ahli sastra terbesar di dunia.[28]

D.    Faktor-Faktor Pendukung Kemajuan

Spanyol Islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd al-Rahman al-Dakhil, Abd al-Rahman al-Wasith dan Abd al-Rahman al-Nashir.
Toleransi beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi, sehingga, mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di Spanyol. Untuk orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi, disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama mereka masing-masing.
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk, terdiri dari berbagai komunitas, baik agama maupun bangsa. Dengan ditegakkannya toleransi beragama, komunitas-komunitas itu dapat bekerja sama dan menyumbangkan kelebihannya masing-masing.[29]
Meskipun ada persaingan yang sengit antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol, hubungan budaya dari Timur dan Barat tidak selalu berupa peperangan. Sejak abad ke-11 M dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan politik, terdapat apa yang disebut kesatuan budaya dunia Islam.[30]
Adapun dari uraian diatas, maka penulis ingin memberikan kesimpulan terkait faktor-faktor yang mempengaruhi kemajuan di Spanyol, yang diharapkan nantinya akan dapat diambil hikmah agar bisa diterapkan pada saat ini, yaitu:
  1.       Memiliki jaringan atau koneksi. Agar mampu mengetahui dunia luar dan mendapat banyak                  informasi guna menambah wawasan serta dapat memberi pengaruh yang positif
   2.      Jika ingin maju atau sukses, maka berani untuk mengambil resiko. Atau dengan kata lain, jika            sudah mengambil suatu langkah, maka harus menghadapi tantangan itu dan menyelesaikannya            secara tuntas.
  3.      Sikap keterbukaan, yaitu dengan mengambil hal yang bersifat positif dari siapapun guna untuk             memperbaiki kualitas peradaban.
  4.      Apabila ingin membangun peradaban yang maju, maka harus dimulai dari titik terpenting yaitu            pendidikan.
  5.      Adanya kepemimpinan yang profesional.
  6.      Sikap toleransi atau saling menghargai.



BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Islam pertama kali masuk ke Spanyol pada tahun 711 M melalui jalur Afrika Utara. Wilayah Andalusia yang sekarang disebut dengan Spanyol diujung selatan benua Eropa, masuk kedalam kekuasaan dinasti bani Umayah semenjak Tariq bin Ziyad, bawahan Musa bin Nushair gubernur Qairuwan, mengalahkan pasukan Spanyol pimpinan Roderik Raja bangsa Gothia (92 H/ 711 M). Spanyol diduduki umat islam pada zaman kholifah Al-Walid (705-715), salah seorang khalifah dari Bani Umayah yang berpusat di Damaskus.
Perkembangan Islam di Spanyol berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. Perkembangan itu dibagi menjadi enam periode yaitu: Periode Pertama (711-755 M), Periode Kedua (755-912 M), Periode Ketiga (912-1013 M), Periode Keempat (1013-1086 M), Periode Kelima (1086-1248 M), dan Periode Keenam (1248-1492 M).
Kemajuan peradaban itu dipengaruhi oleh kemajuan intelektual yang di dalamnya terdapat ilmu filsafat, sains, fikih, tafsir, musik dan kesenian, begitu juga dengan bahasa dan sastra, dan kemegahan pembangunan fisik.
Faktor-faktor pendukung kemajuan Spanyol Islam, diantaranya kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd al-Rahman al-Dakhil, Abd al-Rahman al-Wasith dan Abd al-Rahman al-Nashir.
Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa lainnya yang memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah dan adanya toleransi yang ditegakkan oleh penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi.


DAFTAR PUSTAKA

Amin, S. M. (2010). Sejarah Peradaban Islam,. Jakarta: Amzah.
As-Suyuthi, I., & Penerjemah: Rahman, S. (2003). Tarikh Khulafa’. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam; Bagian ke Satu dan Dua, cet I. Terj. oleh Gufron A Mas’adi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999

Baca Jurnal Religiusta, ‘Kronika Budaya Dalam Perjalanan Ideologi Politik Di Andalusia’ http://religiusta.multiply.com/journal/item/73. di akses 20 Mei 2017.
Boswort, C.E. 1993. The Islamic Dynasties trj. Ilyas Hasan. Bandung: Mizan.
Mahmudunnasir, S. (2005). Islam Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Menocal, M. R. (2006). Sepotong Surga di Andalusia. Bandung: Mizan.
Pradana Boy ZTF, Filsafat Islam; Sejarah, Aliran dan Tokoh, Malang: UMM Press, 2003.
Sulaiman, R. (2014). Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Syalabi, A. (1995). Sejarah dan Kebudayaan Islam 2. Jakarta: Alhusna Zikri.
Thohir, A. (2004). Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Yatim, B. (2010). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Watt, W. Montgomerry, and Pierre Cachia. 1965. A History of Islamic Spain. Edinburgh: Edinburgh University Press.







[1]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.87
[2] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), hlm. 58
[3]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.88
[4] Lihat Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 160
[5]Ibid, hlm. 161
[6]Ibid, hlm. 162
[7]A.Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam2, (Jakarta: Alhusna Zikri,1995), hlm. 158-159
[8] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 162
[9] Rusydi Sulaiman, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm.254
[10]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.89
[11]Ibid, hlm.89-90
[12] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 166
[13]Ibid, hlm. 167
[14]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 91
[15]Ibid, hlm. 93
[16] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 167
[17]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 93
[18] Maria Rosa Menocal, Sepotong Surga di Andalusia, (Bandung: Mizan, 2006), hlm. 5
[19] Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 284
[20] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 171
[21]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 101
[22] Pradana Boy ZTF, Filsafat Islam; Sejarah, Aliran dan Tokoh, (Malang: UMM Press, 2003), hlm. 166-173.
[23] Ibid, hlm. 168.
[24] Baca Jurnal Religiusta, ‘Kronika Budaya Dalam Perjalanan Ideologi Politik Di
Andalusia’ http://religiusta.multiply.com/journal/item/73. di akses 20 Mei 2017.
[25] Ira M Lapidus, Sejarah Sosial, hlm. 110.
[26] Ira M Lapidus, Sejarah Sosial, hlm. 574.
[27] W. Montgomerry Watt and Pierre Cachia,A History,hlm,155-156
[28] C.E Boswort,The Islamic,hlm 41.
[29]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 104
[30]Ibid, hlm. 106

Tidak ada komentar:

Posting Komentar