ISLAM
DI ANDALUSIA: PERKEMBANGAN
DAN KEMAJUAN INTELEKTUAL
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejarah telah menuliskan, bahwa pada
masa yang silam kemajuan peradaban manusia terjadi pada masa kekuasaan Islam di
hampir semua belahan dunia. Disaat di Eropa sedang berada dalam masa kegelapan
(the darkness), di dunia Islam sendiri sedang berada dalam masa
kejayaan. Baghdad dan Cordova merupakan salah satu bukti betapa tinggi dan
majunya peradaban Islam pada masa itu. Pada masa kekuasaan Khalifah Bani
Umayyah al Muntashir di Andaluisa, selain istana-istana yang megah, jalan-jalan
sudah diperkeras dan diberi penerangan pada malam hari, padahal pada saat itu
di London hampir tidak ada satupun lentera yang menerangi jalan, dan di Paris
di musim hujan lumpur bisa mencapai mata kaki.
Dari sisi ilmu pengetahuan, tidak
hanya dari kalangan muslim sendiri, orang-orang barat pun telah mengakui, bahwa
sebagian besar dasar-dasar ilmu pengetahuan di lahirkan oleh para ilmuwan
muslim. Begitu pula dengan masa kebangkitan Eropa yang tidak lepas dari
pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam, dimana para
pelajar-pelajar dari Eropa telah dikirim ke Baghdad dan Cordova untuk menggali
ilmu pengetahuan di sana. Di bidang-bidang ilmu keIslaman, perkembangan sastra
dan bahasa Arab secara meluas terjadi pada masa Umayyah. Selain itu lahir pula
ulama-ulama besar.
Oleh karena itu, meneliti kembali
sejarah Bani Umayyah menjadi penting adanya, sebab peradaban masa kini
merupakan bagian dari rantai sejarah yang tidak putus dan dengan meneliti dan
memahami sejarah peradaban Islam pada masa Bani Umayyah II di Andalusia kita
akan dapat memetakan rentetan sejarah peradaban Islam yang merupakan bagian
dari rantai evolusi hingga masa kini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Islam masuk ke Spanyol?
2.
Bagaimana
perkembangan Intelektual Islam di Spanyol?
3.
Mengapa
ada kemajuan Intelektual di Spanyol?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Menjelaskan
Islam masuk ke Spanyol?
2.
Menjelaskan
perkembangan Islam di Spanyol?
3.
Menyebutkan
kemajuan Intelektual di Spanyol?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masuknya Islam ke Spanyol
Spanyol atau Andalusia
di kuasai oleh umat Islam periode Ummayah pada zaman Khalifah Al-Walid (705-715
M) salah seorang khalifah Daulah Umayyah yang berpusat di Damaskus.[1]Penaklukan
ke wilayah ini dipimpin olehThariq bin Ziyad pada tahun 710 M. Sejak pertama
kali berkembangnya kekuasaan dan kepemimpinan Islam di Spanyol, tampaknya telah
memainkan peranan yang sangat besar dalam membangun citra budaya dan peradaban
kemanusiaan di wilayah ini. Masa ini berlangsung selama hampir delapan abad
(711 – 1492 M).[2]
Sebelum
penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari
dinasti Bani Umayah, Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah ‘Abdul Malik bin Marwan (685-705 M). Khalifah ‘Abdul Malik mengangkat Hasan bin Nu’man al-Ghassanimenjadi gubernur di daerah itu. Pada masa Khalifah al-Walid, Hasan bin Nu’man sudah digantikan oleh Musa bin Nushair. Di zaman al-Walid itu, Musa bin Nushair memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko.
Selain itu, ia
juga menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan, sehingga mereka menyatakan
setia dan berjanji tidak akan membuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah
mereka lakukan sebelumnya. Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu dari pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah
satu propinsi dari Khilafah Bani Umayah memakan waktu selama 53 tahun, yaitu
mulai tahun 30 H (masa pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan sampai tahun 83 H (masa al-Walid). Sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, di kawasan ini terdapat kantung-kantung yang menjadi
basis kekuasaan kerajaan Romawi, yaitu kerajaan Gothik. Kerajaan ini sering menghasut penduduk agar membuat
kerusuhan dan menentang kekuasaan Islam. Setelah kawasan ini betul-betul dapat dikuasai, umat Islam mulai memusatkan perhatiannya untuk menaklukkan Spanyol. Dengan demikian, Afrika Utara menjadi batu loncatan bagi kaum muslimin dalam
penaklukan wilayah Spanyol.[3]
Sebelum umat
Islam menguasai Andalusia wilayah yang terletak disekitar semenanjung Iberia
dan membelah Benua Eropa dengan Afrika ini dikenal dengan berbagai nama.
Sebelum abad ke 5 M, wilayah ini disebut dengan Iberia (atau Les Iberes), yang
diambil dari nama Bangsa Iberia (penduduk tertua diwilayah tersebut). Ketika
berada dibawah kekuasan Romawi, wilayah ini dikenal dengan nama Asbania. Pada
abad ke 5 M, Andalusia dikuasai olah Bangsa Vandal yang berasal dari wilayah
ini sejak itu wilayah ini disebut Vandalusia yang oleh umat Islam akhirnya
disebut “Andalusia“. Setelah itu datanglah bangsa Gothia ke Andalusia
memerangi bangsa Vandal dan menguasai Andalusia. Pada Awalnya bangsa Gothia ini
kuat sekali tapi kemudian banyak perpecahan dan menyebabkan kemunduran kerajaan
itu.[4]
Kemudian
setelah Raja Witiza dari Gothia meninggal digantikan oleh Roderick. Peristiwa
ini menyebabkan putera-putera Raja Witiza sangat marah dan mereka mengadakan
perjanjian persekutuan dengan kaum muslimin. Begitu pula telah terjadi
perselisihan antara Graff Yulian yang memegang pemerintah. Perselisihan ini
kabarnya karena Roderick mencemarkan kehormatan puteri dari Yulian. Karena itu Yulian
ingin membalas dendam untuk membela kehormatan dan nama baiknya. Ia berusaha
mendorong kaum Muslimin supaya menyerbu ke Spanyol. Tentunya ini merupakan
kesempatan yang baik bagi kaum muslim.Kaum yang memusuhi Roderick itu akhirnya
meminta GraffYulian bekerja sama dengan Musa bin Nushair yang
menjabat sebagai gubernur di Afrika Utara di bawah pemerintahan Bani Umayyah di
Damaskus.[5]
Dalam proses
penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling
berjasa memimpin satuan pasukan ke wilayah tersebut. Mereka adalah Tharif bin
Malik, Thariq bin Ziyad, dan Musa bin Nushair.[6]Musa
kemudian meminta izin pada Khalifah Walid bin Abdul Malik yang berkedudukan di
Damaskus, dan segera dikirimlah pasukan sebanyak 500 orang dibawah
pimpinan Tharif bin Malik untuk
menyerbu Spanyol. Setelah kemenangan pasukan ini, Musa mengirimkan pasukan
gerak cepat di bawah komando Thariq bin Ziyad,
kemudian Thariq bin Ziyad berangkat untuk memimpin 7000 orang tentara yang
terdiri dari bangsa Barbar. Mereka menyeberangi selat itu dengan kapal-kapal
yang disediakan oleh Yulian, yang dulunya pernah pula menyediakan kapal-kapal
untuk Tharif dan pasukannya. Ini terjadi pada bulan Rajab atau Sya’ban tahun 92
H.[7]
Sejarah
mencatat bahwa panglima Thariq setelah seluruh pasukan selesai mendarat di
wilayah tersebut, ia membakar seluruh alat penyeberangan. Ia pun mengucapkan
pidato singkat yang bersejarah: Al-‘aduwwu amaamakum wal bahru wara’akum
fakhtar ayyuma syi’tum (Musuh di depanmu, lautan di belakangmu, silahkan
pilih mana yang kamu kehendaki).[8]Thariq
beserta pasukannya kemudian mendarat dan menempati suatu gunung yang sampai
kini masih dikenal dengan namanya sendiri, yaitu “Jabal Thariq” (Gibraltar).
Disanalah Thariq mempersiapkan satuan-satuannya untuk menyerbu semenanjung yang
luas dan makmur itu.
Thariq ibn
Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol, karena pasukannya lebih
besar dari hasilnya lebih nyata. Dengan dikuasainya daerah ini, maka terbukalah
pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam Pertempuran di suatu tempat
bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ Thariq dan pasukannya
terus menaklukkan kota-kota penting, seperti Cordova, Granada, dan Toledo (Ibu
kota kerajaan Goth saat itu).[9]
Sebelum Thariq menaklukkan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa
ibn Nushair di Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5.000
personel, sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini
belum sebanding dengan pasukan Ghotik yang jauh lebih besar, 100.000 orang.[10]
Kemenangan
pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan untuk penaklukan
wilayah yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa ibn Nushair merasa perlu
melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan
Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar, ia berangkat menyeberangi selat itu
dan satu persatu kota yang dilewatinya dapat ditaklukkannya. Setelah Musa
berhasil menaklukan Sidonia, Karmona, Seville dan Merida serta mengalahkan
penguasa kerajaan Gothic, Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di
Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di
Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa sampai Navare.[11]
B.
Faktor-Faktor yang Menyebabkan
Islam Mudah Masuk Spanyol
Kemenangan-kemenangan
yang dicapai umat Islam nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari
adanya faktor eksternal dan internal yang menguntungkan.[12]
Yang dimaksud
dengan faktor eksternal adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam negeri Spanyol sendiri. Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada
dalam keadaan menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri
kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut
oleh penguasa, yaitu aliranMonofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa, dan dibunuh secara brutal.[13]
Rakyat
dibagi-bagi ke dalam sistem kelas, sehingga keadaannya diliputi oleh
kemelaratan, ketertindasan, dan ketiadaan persamaan hak. Di dalam situasi
seperti itu, kaum tertindas menanti kedatangan juru pembebas, dan juru
pembebasnya mereka temukan dari orang Islam. Berkenaan dengan itu Amerali, seperti dikutip oleh Imamuddin mengatakan, ketika Afrika (Timur dan Barat) menikmati kenyamanan dalam segi
material, kebersamaan, keadilan, dan kesejahteraan, tetangganya di jazirah Spanyol berada dalam keadaan menyedihkan di bawah kekuasaan
tangan besi penguasa Visighotic. Di sisi lain, kerajaan berada dalam kemelut yang
membawa akibat pada penderitaan masyarakat. Akibat perlakuan yang keji,
koloni-koloni Yahudi yang penting menjadi tempat-tempat perlawanan dan
pemberontakkan. Perpecahan dalam negeri Spanyol ini banyak membantu keberhasilan campur tangan Islam di tahun 711 M. Perpecahan itu amat banyak coraknya, dan
sudah ada jauh sebelum kerajaan Gothic berdiri.[14]
Perpecahan
politik memperburuk keadaan ekonomi masyarakat. Ketika Islam masuk ke Spanyol, ekonomi masyarakat dalam keadaan lumpuh. Padahal,
sewaktu Spanyol masih berada di bawah pemerintahan Romawi (Byzantine), berkat kesuburan tanahnya, pertanian maju pesat.
Demikian juga pertambangan, industri dan perdagangan karena didukung oleh
sarana transportasi yang baik. Akan tetapi, setelah Spanyol berada di bawah kekuasaan kerajaan Goth, perekonomian
lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun. Hektaran tanah dibiarkan terlantar
tanpa digarap, beberapa pabrik ditutup, dan antara satu daerah dan daerah lain
sulit dilalui akibat jalan-jalan tidak mendapat perawatan.
Buruknya
kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh
keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan
Raja Roderick, Raja Goth terakhir yang
dikalahkan Islam. Awal kehancuran kerajaan Ghoth adalah ketika Raja Roderick memindahkan ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara Witiza, yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. Keadaan ini memancing amarah
dari Oppas dan Achila, kakak dan anak Witiza. Keduanya kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk
menjatuhkan Roderick. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum muslimin. Sementara itu terjadi pula konflik antara Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum Muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai Spanyol, Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai
oleh Tharif, Tariq dan Musa.[15]
Hal
menguntungkan tentara Islam lainnya adalah bahwa tentara Roderick yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi
mempunyai semangat perang Selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan
memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin.[16]
Adapun yang
dimaksud dengan faktor internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh
penguasa, tokoh-tokoh pejuang dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang
kuat, tentaranya kompak, bersatu, dan penuh percaya diri. Mereka pun cakap,
berani, dan tabah dalam menghadapi setiap persoalan. Yang tak kalah pentingnya
adalah ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong.
Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.[17]
Kemudian pada
tahun 750 M, pemerintahan Umayyah di Damaskus runtuh dan berdirilah sebuah
dinasti baru yang memiliki cara-cara yang berbeda dalam menjalankan
pemerintahannya yaitu Dinasti Abbasiyah. Pada masa pemerintahan Khalifah pertama,
Abul Abbas Ash Shafah, ia melakukan revolusi besar-besaran terhadap orang yang
mendukung Umayyah dan ia juga membunuh habis semua keturunan Umayyah. Namun
ketika itu ada yang berhasil melarikan diri. Dia adalah Abdurrahman Ad-Dakhil,
yang saat itu berusia sekitar akhir belasan tahun atau awal dua puluh tahun.
Dia melarikan diri ke arah Barat menuju suatu tempat yang merupakan ujung
perbatasan wilayah Islam.[18]
Cerita tentang
keberhasilannya lolos dari kerajaan Abbasiyah karena dia menyamar. Selama lima
tahun dia melarikan diri ke Palestin, Mesir, Afrika, sampai akhirnya tibalah
dia di Ceuta. Disana dia diberi perlindungan oleh seorang Barber, keluarga
pamannya dari pihak ibu. Kemudian dia menyuruh pelayannya, Badar untuk
berunding dengan orang-orang Siria di Spanyol tentang rencana kedatangannya ke
Spanyol. Setelah yakin kalau dia akan diterima disana oleh mereka, pada tahun
755 M, dia pergi ke Spanyol dan memperoleh sambutan hangat dari mereka.Pribadi
yang menarik dari seorang Petualang muda ini serta nama besar keluarganya,
membuat dia memperoleh dukungan rakyat. Gubernur Abbasiyah yang lemah
memeranginya di Masarah. Pertempuran Masarah itu merupakan pertempuran yang
menentukan. Yusuf gubernur Abbasiyah untuk Spanyol, dikalahkan karena Khalifah
Manshur tidak dapat mengirimkan bantuan pada waktunya. Abdurrahman menjadi
penguasa Spanyol dan menempatkan dirinya di Singgasana Spanyol sebagai seorang
amir yang merdeka (756 M). Maka di dalam masa enam tahun sejak kejatuhan
pemerintahan Umayyah, suatu dinasti Umayyah yang baru didirikan di Spanyol.[19]
C. Kemajuan Intelektual Islam di Spanyol
Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol,
umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka
peroleh, bahkan pengaruhnya sampai ke Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan
yang lebih kompleks. Diantara kemajuan tersebut diantaranya:[20]
Spanyol adalah
Negeri yang subur. Kesuburan itu mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi
dan pada gilirannya banyak menghasilkan pemikir. Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari
komunitas-komunitas Arab (Utara dan
Selatan), al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan
saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan Kebangkitan Ilmiah, sastra, dan
pembangunan fisik di Spanyol.[21]
1.
Pada
masa Daulat Ummayah
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian
dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui
ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M
selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad bin Abdurrahman (832-886 M). Atas inisiatif al-Hakam (961-976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor
dari Timur dalam jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu
menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin dinasti Bani
Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof
besar pada masa sesudahnya.
2.
Pada Masa Dinasti Murabithun Dan Muwahhidun (1056
- 1226 M)
Di bidang ilmu pengetahuan
muncullah Imam Al-Ghazali [22]seorang ulama besar dengan berbagai karya di bidang fiqh hingga
tasawuf. Beberapa karya Al-Ghazali bahkan hingga kini manjdi rujukan utama para
ulama modern hingga di Indonesia. Pemikiran filsafat pada masa Murabithun juga
berkembang cukup pesat pada masa kepemimpinan Yusuf bin
Tasyfin. Al-Ghazali sebelum menjadi seorang fuqaha,
juga di kenal sebagai seorang filosof. Dua karya Al-Ghazali yang terkenal
adalah Tahafut al-Falasifah danMunqidz min al-Adhlalal, atau
kitab Fash al-Maqal yang membahas tentang kesesuaian akal dan wahyu atau
filsafat dan agama. Dalam bidang Fiqh dan Kalam,di antara karya-karya
Al-Ghazali adalah Al-Wajiz, Al-Wasith, Al-Basith, dan AlMusthafa,
keempat tersebut dalam bidang Fiqh dan Ushul Fiqh. Dalam bidang kalam terdapat Al-Iqtisad
fi al-I’tidal, dalam bidang mantiq (logika) Mi’yarul Ilm. Dalam masa
akhir hidupnya Al-Ghazalimasih sempat menulis beberapa karya yang cenderung
sufistik, di antaranya Ihya’Ulumuddin, Kimiya’ al-Sa’adah, misykat al-Anwar,
dan Al-Munqidz min al-Dhalal.[23]
Pengembangan di bidang ilmu pengetahuan
dan Filsafat banyak terjadi pada saat kekuasaan Muwahiddun mulai menguasai
daratan Andalusia (Spanyol). Persinggungan dengan budaya kosmopolit (urban)
yang ada di Spanyol membuat para ilmuwan Maroko mulai mempelajari filsafat.
Buku Filsafat Yunani,khususnya karangan Ariestoteles, banyak diterjemahkan
ulang dan di ringkas sehingga mudah dipahami oleh umat Islam. Abu Yusuf
Al-Manshur mencabut larangan mempelajari Filsafat yang pernah diberlakukan pada
masa pemerirahan Al-Murabithun. Al-Manshur bahkan meminta Abu Al Walid Ibnu
Rusyd atau lebih dikelan dengan Ibnu Rusdy untuk meringkas buku-buku filsafat
Ariestoteles dan memberinya komentar.[24]
Tidak mengherankan jika Ibnu Rusyd
terkenal sebagai filosof. Ciri pemikiran filsafat Ibnu Rusyd adalah
perhatiannya terhadap keserasian antara filsafat dan agama. Ibnu Rusyd Juga
terkenal sebagai faqih (ahli hukum Islam), salah satu karyanya yang di baca
umat Islam hingga kini adalah Bidayatul Mujahid wa Nihayatul Muqtasid.
Ibnu Rusyd pernah di angkat sebagai qadhi (hakim).Selian Ibnu Rusyd banyak para
ilmuan yang muncul pada masa DinastiMuwahhidun, seperti Ibrahim bin Malik bin
Mulkun, seorang pakar Al-Qur’an dan ilmu Nahwu. Al-Hafidz Abu Bakar bin Al-Jad,
seorang ahli Fiqh. Ibnu Al-Zuhr, seorang ahli kedokteran. Ibnu Thufail dan Ibnu
Rusyd, dua orang faqih dan filosof yang sangat terkenal.[25]
Dinasti
Murabithun juga pernah memerintahkan para pakar Ilmuan Andalusia untuk
menerjemah beberapa karya Filsafat ke dalam bahasa Arab. Bahkan para elit
politik Dinasti Murabithun kemudian banyak yang menjadi ahli dalam bahasa
Spanyol serta banyak menguasai Filsafat dan Arsitektur.[26]
3.
Pada Masa Bani Ahmar
Kemajuan dalam bidang sastra dan keilmuan nampak
menonjol pada pemerintahan Muhammad IV. Pada masa ini lahirlah sastrawam dan
cendekiawan semisal Abu Hayyan (1257-1344) serta Lisan ad-Din ibn al Katib
(1313-1374) yang menulis beberapa karangan, terutama Raqm al-Hulal fi-Nizam ad-Duwal. [27]Pada
masa ini pula, Ibnu Khaldun menjadi diplomat Muhammad IV dan Lisan ad-Din ibn
al Katib menjadi wazirnya, masa ini Granada mencetak salah satu ahli sastra
terbesar di dunia.[28]
D. Faktor-Faktor Pendukung Kemajuan
Spanyol Islam, kemajuannya sangat ditentukan
oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan
kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd al-Rahman al-Dakhil, Abd al-Rahman
al-Wasith dan Abd al-Rahman al-Nashir.
Toleransi beragama ditegakkan oleh para
penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi, sehingga, mereka ikut
berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di Spanyol. Untuk orang Kristen,
sebagaimana juga orang-orang Yahudi, disediakan hakim khusus yang menangani
masalah sesuai dengan ajaran agama mereka masing-masing.
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat
majemuk, terdiri dari berbagai komunitas, baik agama maupun bangsa. Dengan
ditegakkannya toleransi beragama, komunitas-komunitas itu dapat bekerja sama
dan menyumbangkan kelebihannya masing-masing.[29]
Meskipun ada persaingan yang sengit antara
Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol, hubungan budaya dari Timur dan
Barat tidak selalu berupa peperangan. Sejak abad ke-11 M dan seterusnya, banyak
sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat wilayah Islam ke ujung timur,
sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal ini menunjukkan bahwa,
meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan politik, terdapat apa yang
disebut kesatuan budaya dunia Islam.[30]
Adapun dari uraian diatas, maka penulis ingin
memberikan kesimpulan terkait faktor-faktor yang mempengaruhi kemajuan di
Spanyol, yang diharapkan nantinya akan dapat diambil hikmah agar bisa
diterapkan pada saat ini, yaitu:
1. Memiliki jaringan atau koneksi. Agar mampu
mengetahui dunia luar dan mendapat banyak informasi guna menambah wawasan serta
dapat memberi pengaruh yang positif
2.
Jika ingin maju atau sukses, maka berani untuk
mengambil resiko. Atau dengan kata lain, jika sudah mengambil suatu langkah,
maka harus menghadapi tantangan itu dan menyelesaikannya secara tuntas.
3.
Sikap keterbukaan, yaitu dengan mengambil hal
yang bersifat positif dari siapapun guna untuk memperbaiki kualitas peradaban.
4.
Apabila ingin membangun peradaban yang maju,
maka harus dimulai dari titik terpenting yaitu pendidikan.
5.
Adanya kepemimpinan yang profesional.
6.
Sikap toleransi atau saling menghargai.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Islam
pertama kali masuk ke Spanyol pada tahun 711 M melalui jalur Afrika Utara.
Wilayah Andalusia yang sekarang disebut dengan Spanyol diujung selatan benua
Eropa, masuk kedalam kekuasaan dinasti bani Umayah semenjak Tariq bin Ziyad,
bawahan Musa bin Nushair gubernur Qairuwan, mengalahkan pasukan Spanyol
pimpinan Roderik Raja bangsa Gothia (92 H/ 711 M). Spanyol diduduki umat islam
pada zaman kholifah Al-Walid (705-715), salah seorang khalifah dari Bani Umayah
yang berpusat di Damaskus.
Perkembangan
Islam di Spanyol berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. Perkembangan itu
dibagi menjadi enam periode yaitu: Periode Pertama (711-755 M), Periode Kedua
(755-912 M), Periode Ketiga (912-1013 M), Periode Keempat (1013-1086 M),
Periode Kelima (1086-1248 M), dan Periode Keenam (1248-1492 M).
Kemajuan
peradaban itu dipengaruhi oleh kemajuan intelektual yang di dalamnya terdapat
ilmu filsafat, sains, fikih, tafsir, musik dan kesenian, begitu juga dengan
bahasa dan sastra, dan kemegahan pembangunan fisik.
Faktor-faktor
pendukung kemajuan Spanyol Islam, diantaranya kemajuannya sangat ditentukan
oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan
kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd al-Rahman al-Dakhil, Abd al-Rahman
al-Wasith dan Abd al-Rahman al-Nashir.
Keberhasilan
politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan
penguasa-penguasa lainnya yang memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah dan adanya
toleransi yang ditegakkan oleh penguasa terhadap penganut agama Kristen dan
Yahudi.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, S. M. (2010). Sejarah
Peradaban Islam,. Jakarta: Amzah.
As-Suyuthi, I., & Penerjemah: Rahman, S. (2003). Tarikh Khulafa’.
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Ira M Lapidus,
Sejarah Sosial Ummat Islam; Bagian ke Satu dan Dua, cet I. Terj. oleh Gufron
A Mas’adi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999
Baca Jurnal
Religiusta, ‘Kronika Budaya Dalam Perjalanan Ideologi Politik Di Andalusia’
http://religiusta.multiply.com/journal/item/73. di akses 20 Mei 2017.
Boswort,
C.E. 1993. The Islamic Dynasties trj.
Ilyas Hasan. Bandung: Mizan.
Mahmudunnasir, S. (2005). Islam Konsepsi dan Sejarahnya.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Menocal, M. R. (2006). Sepotong Surga di Andalusia.
Bandung: Mizan.
Pradana
Boy ZTF, Filsafat Islam; Sejarah, Aliran dan Tokoh, Malang: UMM Press,
2003.
Sulaiman, R. (2014). Pengantar Metodologi Studi Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Syalabi, A. (1995). Sejarah dan Kebudayaan Islam 2.
Jakarta: Alhusna Zikri.
Thohir, A. (2004). Perkembangan Peradaban di Kawasan
Dunia Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Yatim, B. (2010). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Watt, W.
Montgomerry, and Pierre Cachia. 1965. A
History of Islamic Spain. Edinburgh: Edinburgh University Press.
[1]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.87
[2] Ajid Thohir, Perkembangan
Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), hlm. 58
[3]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.88
[4] Lihat Samsul
Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 160
[7]A.Syalabi, Sejarah
dan Kebudayaan Islam2, (Jakarta: Alhusna Zikri,1995), hlm. 158-159
[8] Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 162
[9] Rusydi
Sulaiman, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2014), hlm.254
[10]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.89
[12] Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 166
[14]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.
91
[16] Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 167
[17]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.
93
[18] Maria Rosa
Menocal, Sepotong Surga di Andalusia, (Bandung: Mizan, 2006), hlm. 5
[19] Syed
Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2005), hlm. 284
[20] Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 171
[21]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.
101
[22] Pradana
Boy ZTF, Filsafat Islam; Sejarah, Aliran dan Tokoh, (Malang: UMM Press,
2003), hlm.
166-173.
Andalusia’ http://religiusta.multiply.com/journal/item/73. di akses 20 Mei
2017.
[27] W. Montgomerry Watt and Pierre Cachia,A History,hlm,155-156
[29]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.
104
Tidak ada komentar:
Posting Komentar